Minggu, 24 November 2024

Gelar Bapak Pembangunan Jadi Siasat Intelijen 'Gulingkan' Soeharto, Tapi Gagal dan Sang Jenderal Terus Berkuasa

Senin, 13 Februari 2023 14:59

PRESIDEN KE-2 - Mantan Presiden RI Soeharto. Foto: Commons Wikimedia

Bersama Sutarto Sigit dari Jawa Timur dan Dolf Runturambi dari Sulawesi, Yoga juga pernah mendapat pendidikan intelijen di Negara Inggris.

Ali Moertopo dalam testimoninya menyebut Yoga Sugomo memegang leading position dalam penumpasan PKI tahun 1965.

Bagi Yoga menumpas Dewan Revolusi ibarat pertandingan ulang dari apa yang pernah dialaminya di Divisi Diponegoro.

Yoga yang terbiasa bekerja intelijen selalu hati-hati dalam mengungkapkan pikiran.

Termasuk terkait pandangannya soal kekuasaan Soeharto yang sudah waktunya untuk lengser.

Bersama Ali Moertopo, ia memutar akal bagaimana Soeharto bersedia meletakkan jabatan dengan kesadarannya sendiri.

Munculah gagasan mencoba cara Jawa, yaitu memangku Soeharto agar puas menjadi tokoh senior sekaligus bapak bangsa.

Yoga juga sudah menyiapkan jawaban jika nantinya timbul pertanyaan dari Soeharto, siapa yang layak jadi penggantinya, yakni generasi peralihan dari angkatan 45.

Cara Jawa memangku Soeharto adalah dengan menggulirkan pemberian gelar Bapak Pembangunan.

Gelar dimaknai sebagai puncak prestasi, pengabdian dan sekaligus penghargaan rakyat.

“Tentu saja ini adalah sebuah operasi yang sangat-sangat rahasia dan peka karena menyangkut masalah perasaan yang berkelindan dengan kekuasaan”.

Operasi pemberian gelar Bapak Pembangunan berhasil diwujudkan, namun misi menghentikan Soeharto melanjutkan kepemimpinan gagal.

Di luar rencana, ada sejumlah pihak yang memanfaatkan situasi itu.

Soeharto tetap maju kembali sebagai Presiden Indonesia periode 1983-1988.

Dua tahun pemerintahan berjalan, apa yang dicemaskan Yoga Sugomo semakin terlihat indikasinya.

Yoga memutuskan tidak lagi memakai cara Jawa.

Dalam sebuah pertemuan rutin di bulan Mei tahun 1985, ia terang-terangan menyarankan Soeharto untuk berjiwa besar, legowo lengser keprabon dan tidak maju lagi pada pemilu berikutnya (1988).

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal