Sabtu, 23 November 2024

Sidang Ferdy Sambo di PN Jaksel

3 Poin yang Dapat Meringankan Richard Eliezer

Senin, 26 Desember 2022 14:56

Bharada E, eks ajudan Ferdy Sambo

VONIS.ID - Persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, menghadirkan Romo Franz Magnis Suseno SJ guna meringankan hukuman Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).

Romo Magnis dihadirkan sebagai saksi ahli etika filsafat moral.

Romo Magnis mengatakan, dalam kasus ini, Eliezer diperintah oleh atasannya yang memiliki pangkat jauh lebih tinggi, yakni Ferdy Sambo.

Guru besar filsafat moral Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta itu mengatakan ada budaya 'laksanakan' yang tidak mungkin tidak ditaati oleh Eliezer yang pangkatnya jauh lebih rendah di polisi.

"Menurut saya, yang tentu paling meringankan adalah kedudukan yang memberikan perintah itu, kedudukan tinggi yang jelas memberi perintah yang di dalam sejauh, di dalam kepolisian tentu akan ditaati tidak mungkin katanya Eliezer 24 umurnya, jadi masih muda itu laksanakan itu, budaya laksanakan itu, adalah unsur yang paling kuat," kata Romo Magnis.

Kemudian, kata Romo Magnis, Eliezer pada saat itu berada di dalam situasi yang menegangkan dan membingungkan.

Eliezer dinilai tidak mempunyai waktu untuk mempertimbangkan secara matang karena adanya keterbatasan untuk mengambil keputusan.

"Yang kedua tentu keterbatasan situasi itu yang tegang yang amat sangat membingungkan saya kira semua itu, di mana dia saat itu harus menentukan laksanakan atau tidak, tidak ada waktu untuk melakukan pertimbangan matang, di mana kita umumnya kalau ada keputusan penting coba ambil waktu tidur dulu, dia harus langsung bereaksi. Menurut saya itu tentu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," ujarnya.

Romo Magnis juga berbicara soal situasi ketika atasan memberi perintah untuk menembak di dalam pertempuran militer.

Karena itulah, menurut Romo Magnis, bila seorang atasan polisi memberi perintah 'tembak', itu tidak total sama sekali tidak masuk akal.

"Tambahan satu poin, dalam kepolisian seperti di dalam situasi pertempuran militer di dalam kepolisian memang bisa ada situasi di mana atasan memberi perintah tembak itu di dalam segala profesi lain tidak ada itu. Jadi bahwa seorang atasan polisi memberi perintah tembak itu tidak total sama sekali tidak masuk akal, " kata Romo Magnis.

(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal