VONIS.ID - Sebuah foto memperlihatkan bangunan dengan dua jendela besar di dalam kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Sebuah papan telop atau running text terpampang di atas dua jendela itu.
Alih-alih bertuliskan informasi tentang pelayanan, papan itu justru bertuliskan “maaf aku hack”.
Dalam papan running text berlampu neon hijau itu, tulisan “maaf aku hack” tampak muncul berulang.
Di jendela di bawahnya, terpampang informasi tentang penerimaan pengaduan masyarakat dan pelayanan informasi publik.
Juga dimuat informasi tentang kanal-kanal yang dapat dihubungi untuk melapor.
Di samping kiri dan kanan jendela, tertempel banner bertuliskan sejumlah slogan.
Banner sebelah kiri tampak tertulis “Puspenkum”.
Di depannya, hanya trotoar kecil dan jalan.
Bangunan berlatar belakang gelap itu tampak dipotret pada malam hari.
Kejaksaan Agung sebelumnya juga diduga mendapatkan teror pada Senin malam, 20 Mei 2024.
Dugaan itu muncul berdasarkan sebuah video yang beredar di kalangan wartawan pada Selasa, 21 Mei lalu.
Berdasarkan video singkat berdurasi 16 detik, terlihat konvoi belasan kendaraan roda dua dan roda empat, motor dan mobil, di sekitaran kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Belasan kendaraan tersebut sempat berhenti selama beberapa saat di depan gerbang utama kantor Kejagung sambil membunyikan sirine dengan keras.
Saat ini, Kejaksaan Agung memang menjadi sorotan usai mengungkap kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah yang bernilai Rp 271 triliun.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, menanggapi dugaan personel dari satuan Densus 88 atau Detasemen Khusus Antiteror yang menguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaaan Agung (Jampidsus) Febrie Adriansyah saat makan malam di salah satu restorana di Cipete, Jakarta Selatan.
Didik mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan konfirmasi sekaligus klarifikasi mengenai peristiwa ini.
Didik mengatakan, kabar mengenai Densus 88 yang menguntit Jampidsus Kejagung, sudah menjadi pemberitaan media dan perbincangan publik.
Karena itu, Didik berharap, informasi ini tidak akan memunculkan berbagai spekulasi yang berlebihan dan salah yang justru bisa mengancam stabilitas penegakan hukum.
"Kami semua berharap agar Pak Febrie dan atau Kejaksaan Agung bisa mengkonfirmasi dan mengklarifikasi rumor yang berkembang ini. Selain Kejaksaan Agung, saya rasa Polri penting juga untuk segera mengklarifikasi pemberitaan tersebut," ucap Didik Mukrianto.
Didik mengatakan, hingga kini, dirinya belum mendapatkan penjelasan mengenai dugaan penguntitan yang dilakukan Densus 88 kepada Jampidsus Febrie.
Didik Mukrianto, menyebut, penegakan hukum tidak boleh diintervensi oleh kepentingan apapun.
Didik mengatakan, dugaan pembuntutan atau upaya lain yang bisa mengancam Jampidsus atau penegakan hukum di lingkungan kejaksaan, merupakan bentuk penyimpangan.
Apalagi, jika penguntitan itu melibatkan aparat kepolisian.
Secara prinsip, Didik menilai, penegakan hukum tidak boleh diintervensi dan harus terbebas dari segala bentuk intimidasi dan infiltrasi dari kepentingan apapun dan dari manapun.
Dalam peristiwa itu, satu dari personel Densus 88 tertangkap basah saat memantau makan malam Febrie.
Dua orang yang mengetahui peristiwa itu bercerita kejadian tersebut sekitar pukul 20.00 atau 21.00.
Febrie Adriansyah disebut kerap menyambangi restoran yang menyajikan kuliner Prancis itu untuk makan.
Pada Ahad pekan lalu, Febrie tiba di restoran itu bersama satu ajudan dan motor patwal Polisi Militer.
Dua orang yang mengetahui peristiwa itu menyebut kedatangan Febrie disusul oleh dua orang diduga anggota Densus 88.
Mereka berpakaian santai dan datang dengan jalan kaki.
Salah seorang dari anggota Densus 88 itu disebut meminta meja di lantai dua dengan alasan ingin merokok.
Namun, pria tersebut selalu mengenakan masker.
Febrie Ardiansyah ketika itu berada di ruangan VIP di lantai dua juga dengan dinding kaca.
Pria yang belakangan diketahui anggota Densus 88 itu tetap mengenakan maskernya dan hanya sesekali menyesap rokok.
Pria itu kemudian mengarahkan alat yang diduga perekam ke arah ruangan Febrie.
Polisi militer yang mengawal Febrie pun curiga dengan pria itu.
Febrie memang belakangan dikawal polisi militer TNI atas bantuan pengamanan dari Jaksa Agung Muda Bidang Militer lantaran Jampidsus sedang menangani kasus korupsi besar seperti kasus tambang.
Apalagi penyidik Kejagung saat menggeledah di Bangka Belitung dalam menangani kasus timah juga mendapatkan intimidasi.
Orang yang mengetahui kejadian ini menyebut ketika dua orang anggota Densus 88 berjalan setengah lari keluar restoran, satu di antara mereka langsung dirangkul oleh polisi militer dan satu yang lain lolos.
Saat menangkap satu anggota Densus 88, sumber tersebut mengatakan tak ada keributan yang terjadi.
Polisi militer bergegas merangkul dan membawa anggota Densus 88 menjauh dari restoran untuk diinterogasi.
Selain dua anggota Densus 88 yang masuk ke restoran, sumber tersebut mengatakan ada beberapa orang yang terlihat memantau Febrie Adriansyah dari luar.
Beberapa dari mereka, kata dua orang yang mengetahui kejadian ini, terlihat dari beberapa titik sekitar 50 meter dari restoran.
Satu anggota polisi yang tertangkap dibawa pergi dengan mobil oleh pengawal Febrie.
Setelah menangkap satu anggota Densus 88, Febrie disebut menghubungi Kabareskrim Polri untuk meminta penjelasan kejadian tersebut.
Namun Komjen Wahyu Widada disebut mengklaim tak tahu menahu dan minta anggota Densus itu dibebaskan. Namun Febrie enggan melepaskannya.
Febrie juga melapor kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin mengenai kejadian ini.
ST Burhanuddin lantas menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Setelah obrolan antara pimpinan penegak hukum itu, anggota Densus 88 tersebut dijemput oleh Paminal.
Namun, seluruh data di telepon seluler anggota Densus 88 itu telah disedot oleh tim Jampidus. (*)