Selain minimnya guru BK, Rusman Ya’qub juga menyoroti soal ruangan konseling yang biasanya disediakan pihak sekolah terbilang sempit.
"Kemudian ruang Konselingnya di satuan pendidikan biasaya dikasi ruangan yang sempit yang sudah tidak digunakan untuk kelas," lanjutnya.
Tak hanya itu, persepsi guru terhadap guru BK, seolah-olah seluruh problematika siswa itu harus ditangani guru BK juga menjadi soal.
"Sementara hari ini, modus atau varian problem sosial siswa itu sudah semakin banyak motifnya, dan Guru BK dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya untuk punya kecakapan dalam menangani masalah siswa," bebernya.
Ia pun mengusulkan agar dibuatkan semacam klinik konseling yang dibawah naungannya langsung Dinas Pendidikan.
Hal tersebut bertujuan agar masalah yang sudah tidak bisa ditangani oleh satuan pendidikan maka akan dinaikan ke klinik konseling.
"Menurut saya memang mestinya ada semacam klinik konseling yang dibawah naungannya langsung Dinas Pendidikan sehingga masalah-masalah krusial yang memang tidak bisa ditangani oleh satuan pendidikan maka dia naik ke klinik konseling," pungkasnya. (adv)