VONIS.ID - Oknum pengusaha merasa dikriminalisasi oleh pihak Kejaksaan Tinggi, merasa dimintai oknum di pihak Kejati sebesar Rp 10 Miliar.
Sosok pengusaha itu adalah Agus Hartono, asal Semarang.
Ia kemudian menggandeng pengacara Kamaruddin Simanjuntak, yang merupakan kuasa hukum Brigadir Yosua untuk menangani kasusnya itu.
Saat jumpa pers di Semarang, Jumat (25/11) malam, Agus mengatakan dirinya dipanggil Kejati Jateng terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pemberian fasilitas kredit dari sejumlah bank ke PT Citra Guna Perkasa yang terjadi pada 2016.
Agus dimintai keterangan sebagai saksi di Kejati Jateng pada Juli 2022. Saat itu, Agus berujar, koordinator Pidsus Kejati Jateng berinisial PA meminta bertemu empat mata.
"Saat itu kondisinya penasihat hukum tidak boleh ke ruang pemeriksaan. Disampaikan dia (PA) bahwa saya masih bersalah dan kemudian akan dinyatakan 55 atau turut serta dalam tindak pidana korupsi karena ada satu tersangka sudah menjalani hukuman," ujar Agus, dikutip dari Detik.com.
Agus mengaku saat itu dimintai uang untuk 'mengurus' kasus tersebut dengan nominal Rp 5 miliar untuk satu Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Sedangkan dalam perkara itu ada dua SPDP.
"Saya sempat bertanya 'ada petunjuk?' Katanya 'atas perintah Pak Kajati bisa kita bantu, Pak'. Ada dua SPDP, satu SPDP Rp 5 M. Kalau dua berarti Rp 10 M," kata Agung.
Agung tidak memenuhi permintaan tersebut. Sebab, dalam perkara dengan terpidana Donny Iskandar Sugiyo Utomo alias Edward Setiadi itu dirinya sudah dinyatakan tidak bersalah dan tidak bisa dituntut pidana maupun perdata.
Agus sendiri juga merasa menjadi korban. Sebab, Donny ternyata menggunakan identitas dan dokumen palsu selama bekerja sama dengannya.
"Namun tiba-tiba tanggal 25 Oktober 2022 saya jadi tersangka dari dua SPDP yang saya tidak meladeni permintaan untuk serahkan uang Rp 5 M per SPDP," ujar Agus.
Kamaruddin Simanjuntak mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat teguran hukum atau somasi kepada oknum jaksa di Kejati Jawa Tengah terkait dugaan percobaan pemerasan itu.
Somasi ditembuskan kepada Jaksa Agung, Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Kejaksaan, Jampidsus, Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ombudsman, hingga Komisi III DPR RI.
"Kami juga ajukan gugatan praperadilan di PN Semarang hari Selasa kemarin. Adapun praperadilan menguji sah tidaknya penetapan tersangka," kata Kamaruddin.
Kamaruddin juga meminta Jaksa Agung agar oknum yang diduga mencoba melakukan pemerasan itu dinonaktifkan dan diperiksa.
"Saya meminta kepada Jaksa Agung untuk menonaktifkan ketiga oknum jaksa itu dan melakukan pemeriksaan serta audit investigasi atas percobaan pemerasan terhadap klien saya, Agus Hartono," jelas Kamaruddin.
Kamaruddin menjelaskan kedudukan kliennya di perusahaan yang diperkarakan itu. Awalnya Agus merupakan pemegang saham minoritas, kemudian meningkat hingga menjadi pemegang saham mayoritas.
Agus juga pernah menjabat direktur, kemudian sudah ada pergantian direktur dua kali. Menurut Kamaruddin, selama Agus menjabat direktur tidak ada masalah.
"Kedudukannya klien kami saat ini avalis atau penjamin. Sedangkan yang berhutang atau debitur pada beberapa bank, baik Mandiri, BRI maupun BJB adalah perseroan terbatas," terang Kamaruddin.
Kamaruddin juga menyoroti pihak pelapor ke Kejaksaan Agung yang menyebabkan kliennya terseret lagi.
"Disebutkan ada kerugian negara Rp 121 M, tidak tahu datangnya dari mana. Tapi laporan LSM itu kepada Jaksa Agung pada 2021 sebesar itu. Lalu saya selaku penasehat hukum berusaha mencari tahu siapa ini. Untuk berbicara darimana kerugian negara Rp 121 M," katanya.
Menurut Kamaruddin, LSM itu tidak jelas alamat kantornya. Pihaknya sudah berupaya menghubunginya via kontak yang tertera di media sosialnya, namun tak membuahkan hasil.
"Legal standing pelapor patut dipertanyakan. Laporan dia itu kepada Jaksa Agung tahun 2021 adalah surat kaleng karena legal standing tidak jelas. Walaupun sebenarnya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pelapor disembunyikan, tapi tidak berarti surat kaleng menjadi obyek laporan," tegasnya.
Penjelasan Kejati Jateng
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Jateng, Bambang Marsana, memberi tanggapan dalam bentuk keterangan tertulis kepada wartawan.
"Pimpinan memerintahkan kami untuk melakukan pemeriksaan secara profesional, transparan dan akuntabel," kata Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Jateng, Bambang Marsana, kepada wartawan lewat keterangannya, Sabtu (26/11).
Bambang Marsana mengatakan Kejati Jateng akan memberi tindakan tegas jika terbukti jaksa nakal.
"Serta akan memberikan tindakan tegas bila terbukti oknum jaksa dimaksud melakukan perbuatan tercela dalam penanganan perkara," lanjut dia.
Dilanjutkan, pihak Kejati menyatakan akan melakukan klarifikasi internal. Kejati juga akan mengambil tindakan tegas kepada Agus Hartono jika pengakuannya soal percobaan pemerasan itu terbukti tidak benar.
"Terhadap proses hukum atas nama Agus Hartono akan dilakukan pemeriksaan secara profesional, transparan dan akuntabel walaupun tersangka dan penasihat hukumnya sedang mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Semarang," tulis keterangan itu.
Dalam keterangan itu disebutkan, barang jaminan dalam perkara tersebut berupa PT. CGP (None Fixed Asset tidak benar), Fixed Asset: 11 SHM Salatiga atas nama Agus Hartono, 2 SHGB Depok Sleman atas nama Agus Hartono dan 4 SHM Kudus atas nama Agus Hartono (proses balik nama melawan hukum dan belum lunas pembayarannya dengan pihak penjual, serta nilai agunan dinilai lebih tinggi).
Selain itu, juga PT. Harsam Indo Visitama (PT.HIV) Fixed asset: 39 SHGB Brebes oleh PT. HIV (sudah dibalik nama PT. HIV namun belum lunas pembayarannya kepada PT. Areelsa).
(redaksi)