VONIS.ID - Pro dan kontra mewarnai hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), terhadap Richard Eliezer alias Bharada E.
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyatakan alasan kembalinya terpidana kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Richard Eliezer ke instansi Polri tak berdasar hukum.
"Alasan Bharada E hanya mendapat hukuman 1 tahun 6 bulan itu bisa kembali aktif itu tak ada dasar hukumnya," kata Bambang, dilansir dari Kompas.TV.
Ia pun mempertanyakan dasar keputusan Komisi Kode Etik Polri pada Rabu (22/2) lalu yang tak menjatuhkan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Bharada E.
"Yang ada hanya pertimbangan KKEP yang entah berdasar apa," imbuhnya.
Bambang juga mempertanyakan aturan yang mendasari Polri untuk mengembalikan Eliezer sebagai anggota dan tak lakukan pemecatan atau PTDH.
Sebab, berdasarkan aturan yang berlaku, yakni Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) tak dijelaskan secara gamblang aturan PTDH anggota Polri.
Ia menyadari, sebelumnya ada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2011 berisi rekomendasi PTDH untuk personel yang melakukan tindakan pidana dengan ancaman hukuman lebih 4 tahun dan divonis lebih 3 tahun yang sudah berketetapan.
Akan tetapi, Bambang menegaskan, Perkap tersebut sudah tak berlaku lagi sejak diterbitkannya Perpol Nomor 7 Tahun 2022.
"Jadi peraturan mana yang dipakai Polri sebagai dasar mengembalikan Bharada E yang mendapat ancaman hukuman lebih dari 4 tahun untuk kembali aktif sebagai personel Polri?" tanyanya.
Bambang Rukminto pun menyangsikan pernyataan mantan Kabareskrim Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi yang menyebut bahwa KKEP tak punya alasan untuk memecat Bharada E.
"Pasal mana dari Perpol Nomor 7 Tahun 2022 yang menjadi dasar peraturan agar personel pelanggar pidana bisa aktif kembali jadi anggota Polri?" tanyanya.
"Ingat, perkap 14/2011 dinyatakan tak berlaku sejak terbitnya Perpol 7/2022," tegasnya.
Sebelumnya, Ito menyebut bahwa Polri mengacu pada Perpol Nomor 7 Tahun 2022 dalam menindak anggota yang melanggar kode etik.
“Di sana disebutkan, apabila ancaman hukumannya di bawah lima tahun, atau vonis tiga tahun, maka dia tidak bisa di-PTDH,” ujarnya di dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (22/2).
Vonis pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Richard, menjadi dasar Polri tidak melakukan PTDH pada Eliezer.
“Hakim memutuskan 1 tahun 6 bulan, dasarnya mem-PTDH dia itu apa? Justru di situ nanti polisi malah tidak profesional,” kata Ito.
(redaksi)