Jumat, 22 November 2024

Kika Kritik Keras Keputusan DPR Usulkan Pemberhentian Aswanto sebagai Hakim MK

Rabu, 23 November 2022 18:25

GEDUNG MK - Gedung Mahkamah Konstitusi/ Foto: IST

Pemisahan kekuasaan dan check and balances system mendorong penguatan masing-masing lembaga. Dalam hal ini, berkaitan erat dengan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan omnibus law UU Cipta Kerja sebagai produk hukum yang inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional). Bahkan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto, secara terang-terangan menyebut jika alasan pergantian Aswanto disebabkan karena produk-produk hukum DPR seringkali dianulir oleh Aswanto[ Sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221002092202-32-855230/alasan-dpr-copot-aswanto-dari-jabatan-hakim-konstitusi. Diakses tanggal 23 November 2022, Pukul 10.46 Wita.]. Asas hukum umum bahwa hakim bebas, hakim pula dapat melakukan rechtsfinding, fakta-fakta hukum pembentukan tidak dilihat oleh DPR.

"Hakim bukanlah tukang pos kepentingan DPR. Bahkan ia mengibaratkan penunjukan Aswanto sebagai Hakim MK oleh DPR seperti penunjukan direksi perusahaan oleh pemilik. Ini jelas logika yang salah. Memperlihatkan bagaimana intervensi DPR tersebut, justru menyerang dan meruntuhkan independensi MK," ujarnya. 

"Keputusan DPR untuk menggantikan Aswanto dengan Guntur Hamzah, jelas merupakan Tindakan yang inkonstitusional dan melanggara Undang-undang. Keputusan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang memadai. Hal tersebut menggambarkan bagaimana DPR hendak bekerja dengan cara-cara busuk yang menghalalkan segala cara, demi memuluskan semua produk hukum yang notabene jauh dari harapan publik. Keputusan DPR tersebut, mecerminkan upaya untuk menyandera MK agar keputusan-keputusan MK sejalan dengan kehendak politiknya. Bukan hanya untuk DPR semata, tetapi demi kepentingan para oligarki yang selama ini menyandera Negara. MK telah dibajak oleh oligarki!," lanjut rilis KIKA tersebut. 

KIKA menilai ada keanehan, saat Presiden-pun bergeming. Tidak bereaksi sama sekali terhadap keputusan DPR tersebut.

"Sikap diamnya Presiden tersebut, pertanda kendali kekuasaan memang berada di tangan para oligarki. Bahkan keputusan DPR yang inkonstitusional dan melanggar Undang-undang inipun, Presiden bersikap permisif. Bahkan Presiden teteap kekeuh untuk tetap menggelar pelantikan terhadap pergantian Aswanto dengan Guntur Hamzah. Sikap abai Presiden ini mencerminkan jika Presiden seolah mengamini tindakan inkonstitusional yang telah dilakukan oleh DPR. Dan barang siapa yang membiarkan kejahatan, apa bedanya ia dengan penjahat itu sendiri? Jika Presiden masih memiliki telinga, maka seharusnya Presiden mendengar kritik publik. Bukan justru menutupnya rapat-rapat," demikian seperti disampaikan. 

Berdasarkan situasi tersebut, maka kami dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan sikap sebagai berikut: 

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal