VONIS.ID - Rencana eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menghadirkan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, serta Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) sebagai saksi meringankan agaknya kandas.
Pihak Jokowi dan JK blak-blakan merasa tidak relevan untuk hadir sebagai saksi meringankan dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian yang menjerat SYL.
"Proses persidangan SYL adalah terkait dugaan tindakan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi, bukan dalam rangka menjalankan tupoksinya sebagai pembantu presiden," ucap Staf Khusus Presiden Dini Puwono.
Ia menegaskan, hubungan Jokowi dengan para menteri adalah sebatas hubungan kerja dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Hal senada juga disampaikan juru bicara JK Husain Abdullah.
Ia berpandangan, SYL agar JK menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pemerasan dianggap tak relevan.
Sebab, kasus yang menjerat SYL merupakan masalah hukum, bukan masalah personal kedekatan JK dengan SYL.
"Ini masalah hukum, bukan soal personal dekat atau tidak. Pak JK tidak relevan untuk dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan SYL," jelas Husain Abdullah.
Husain juga menyebut, kasus yang menjerat SYL berkaitan dengan jabatannya sebagai Menteri Pertanian 2020-2023.
Pada saat SYL menjabat tahun tersebut, JK sudah tak memiliki jabatan di pemerintahan.
Tim Kuasa Hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen mengeklaim, mengaku sudah mengirimkan surat kepada Jokowi, Ma'ruf, dan JK untuk menjadi saksi meringankan atau saksi a de charge dalam sidang lanjutan pemeriksaan perkara, Senin (10/6/2024).
Tim juga mengirimkan surat serupa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Menurut Djamaluddin, tokoh-tokoh tersebut mengenal SYL karena politikus Partai nasdem itu mantan pembantu presiden.
Djamaluddin mengeklaim, ketika SYL menjabat Menteri Pertanian, kliennya juga pernah memberikan kontribusi Rp 2.200 triliun setiap tahun kepada negara.
“Itu kita minta klarifikasi terus juga mengonfirmasi kepada Bapak Presiden bahwa apakah apa yang disampaikan beliau di persidangan benar atau tidak,” ucap Djamaluddin Koedoeboen.
Meski demikian, Djamaluddin mengaku pihaknya juga menyiapkan saksi meringankan lainnya, mengingat tokoh-tokoh yang disurati tersebut merupakan pejabat tinggi negara.
Tim kuasa hukum tetap berharap Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan turun tangan memberi klarifikasi kepada publik.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Pemerasan ini disebut dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid; dan ajudannya, Panji Harjanto. (*)