Kondisi itu membuat siswa yang sedang melakukan proses belajar mengajar kocar kacir, berlarian ke bukit di belakang sekolah.
Rozy mengatakan, temuan ini sekaligus membantah pernyataan pihak kepolisian bahwa tidak perlu terdapat evaluasi penggunaan gas air mata dalam penanganan kerusuhan di Rempang.
Berdasarkan temuan itu, setidaknya terdapat 10 murid dan satu guru yang menjadi korban paparan gas air mata.
Padahal di sekitar lokasi bentrokan itu terdapat gapura yang menandai adanya sekolah.
Adapun Tim Solidaritas untuk Rempang merupakan gabungan dari sejumlah LSM seperti, Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
Kemudian, Walhi Riau, KontraS, Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), LBH Pekanbaru dan Trend Asia.
Sedikitnya, sebanyak 10 siswa SMP dan 1 guru dibawa dilarikan ke rumah sakit karena terkena gas air mata ketika bentrokan antara aparat dan warga di Rempang pecah.
Sekolah yang terdampak gas air mata dalam kerusuhan itu antara lain SD Negeri 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang.
Siswa berhamburan ke hutan di belakang sekolah karena ruang kelas dipenuhi gas air mata.