Jumat, 22 November 2024

Pasal Perzinahan di KUHP Baru: Pengusaha Hotel Menjerit, Australia Keluarkan Travel Warning

Jumat, 9 Desember 2022 11:11

AKSI - Pro dan kontra mewarnai pengesahan KUHP baru oleh DPR RI. Foto: Kompas.com

VONIS.ID - Pro dan kontra mewarnai disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI, Selasa (6/12/2022).

Penolakan tak hanya terjadi di dalam negeri saja, melainkan juga dari luar negeri dan mengundang reaksi keras dari dunia internasional.

Terbaru, Australia pun mengeluarkan travel warning bagi warganya yang akan ke Indonesia.

Terkait dengan pasal perzinahan yang diatur dalam Bab XV tentang Tindak Pidana Kesusilaan bagian Keempat, memicu kekhawatiran bagi pelaku industri pariwisata dan perhotelan di Indonesia.

Pengusaha hotel menilai, pasal ini terlalu mengurusi masalah privat.

Sementara, hotel selama ini tak pernah mempertanyakan status pernikahan tamu yang akan menginap, apalagi di satu kamar yang sama.

Belum lagi, menurut Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, meski dengan delik aduan, pasal ini memicu persoalan.

Sebab, Indonesia mengakui pernikahan secara agama dan sipil.

Begitu juga dengan negara lain, sehingga akan sulit membuktikan status pernikahan tanpa menanyakan buku nikah atau kartu keluarga.

"Ini impaknya akan ke mana-mana. Kita lihat nanti implementasinya," kata Maulana, dilansir dari CNBC Indonesia.

Di sisi lain, UU ini juga tak hanya mengatur hubungan seks di luar pernikahan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 411.

Pada bagian Keempat tentang Perzinaan dalam Bab XV tentang Tindak Pidana Kesusilaan RUU KUHP ini memuat 3 pasal. Yaitu, pasal 411, 412, dan 413.

Mengutip draft final RUU KUHP versi 6 Desember 2022, UU ini menetapkan ancaman pidana penjara bagi orang yang melakukan kohabitasi alias kumpul kebo.

Pasal 412 menetapkan, ayat (1) setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Sesuai dengan prinsip pada UU ini, ancaman pidana tersebut hanya berlaku jika ada pengaduan.

Seperti ditetapkan dalam ayat (2) terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

b. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Dan, pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Selain itu, pada pasal 413 ada ketentuan mengatur hubungan seks atau persetubuhan oleh anggota keluarga batih.

"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga batihnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun," begitu bunyi pasal 413.

Pada bagian penjelasan dijabarkan, yang dimaksud keluarga batih terdiri atas ayah, ibu, dan anak kandung.

(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal