VONIS.ID - Kabar terbaru terkait perkembangan pengakuan hak-hak Masyarakat Adat dan konservasi lingkungan, perusahaan kayu Harita Group telah mengumumkan komitmennya untuk tidak melakukan penebangan dan kegiatan komersial di wilayah Masyarakat Adat Long Isun, yang terletak di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Keputusan ini merupakan hasil dari advokasi selama satu dekade yang dilakukan oleh Masyarakat Adat beserta organisasi-organisasi lingkungan dan HAM.
Pada tahun 2014, sebuah konflik besar terjadi ketika PT. Kemakmuran Berkah Timber (PT.KBT) dan PT.Roda Mas Timber Kalimantan (PT.RMTK), yang berada di bawah kendali konglomerat Harita Group, mulai menebang hutan adat masyarakat Long Isun tanpa Persetujuan Atas Dasar Informasi di awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA). Para pemimpin masyarakat mengambil sikap untuk mempertahankan hutan mereka dan dihadapkan pada intimidasi dan kriminalisasi.
Operasi penebangan di lapangan berhenti setelah konflik meningkat pada akhir tahun 2014 dan sebuah kesepakatan dicapai pada tahun 2018 yang mencakup komitmen dari PT. KBT, salah satu dari dua perusahaan untuk melakukan moratorium penebangan.
Namun, setelah kesepakatan tersebut, masyarakat Long Isun masih sangat khawatir bahwa di masa depan PT. KBT dan/atau PT. RMTK akan kembali menebang hutan-hutan tersebut atau mencari keuntungan dari konsesi mereka melalui skema lain dengan mengorbankan hak-hak Masyarakat Adat Long Isun, karena kedua perusahaan tersebut masih memiliki konsesi yang dialokasikan oleh pemerintah dan memberikan mereka hak untuk menebang 21.443 hektar hutan di wilayah mereka.
Menanggapi kuatnya tekanan masyarakat bersama koalisi LSM di Samarinda seperti Walhi Kaltim, AMAN Kaltim, LBH Samarinda, Pokja 30 dan Perkumpulan Nurani Perempuan (PNP), dan lembaga internasional lainya. Pada bulan Oktober 2023, Harita Group melalui perusahaan kayunya PT. RMTK, dan melalui perusahaan bisnis kelapa sawitnya, Bumitama Agri bekomitmen untuk menunda kegiatan penebangan.
“berkomitmen untuk menunda kegiatan penebangan (mempertahankan status quo) di wilayah yang diklaim oleh masyarakat Long Isun dan Naha Aruq.”