Maqdir juga mengacu pada Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat atau final and binding.
"Putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh," kata Maqdir.
Dengan adanya ketentuan tersebut, Maqdir menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo tidak memiliki kewenangan untuk menafsirkan sendiri ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (8), dan Ayat (9) UU KPK, khususnya terkait dengan pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK dan Calon Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2024-2029.
"Apalagi hal tersebut telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang secara terang dan tegas menyatakan bahwa pembentukan Pansel Calon Pimpinan KPK dan Calon Dewas KPK periode 2024-2029 haruslah oleh Presiden periode 2024-2029,” tutur Maqdir.
“Dengan demikian, maka seharusnya pembentukan Pansel Calon Pimpinan KPK dan Calon Dewas KPK periode 2024-2029 dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto," sebut Maqdir.
Maqdir berpandangan, tindakan Presiden Joko Widodo yang tetap membentuk Pansel Calon Pimpinan KPK dan Calon Dewas KPK periode 2024-2029 dapat dikategorikan sebagai tindakan yang mengabaikan putusan MK atau contempt of constitutional court.
"Sehingga seharusnya segala keputusan dan atau kebijakan Presiden Joko Widodo terkait pembentukan Pansel Calon Pimpinan KPK dan Calon Dewas KPK periode 2024-2029 bersifat null and void (batal demi hukum) atau setidaknya voidable (dapat dibatalkan),” pungkas dia. (tim redaksi)