VONIS.ID - Sidang korupsi eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Masud (AGM) cs kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) pada Rabu (22/6/2022).
Pada sidang beragendakan pemeriksaan saksi lanjutan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan 7 orang saksi.
Yakni Paul Vius (Ketua DPC Demokrat Kabupaten Kutai Barat), Abdullah (Ketua Demokrat Kabupaten Paser Abdullah), Petriyandi Ponganton Pasulu alias Ryan (Kabid Bina Marga PUPR PPU), Ricci Firmansyah (Kabid Cipta Karya PUPR PPU), Abdul Halim (Pokja ULP), Raditya (Pokja ULP), dab Muhajir (Kasi Sarpras SMP Diaduk PPU).
Ke-7 saksi itu dihadirkan dalam kasus dugaan suap terkait kegiatan pengadaan barang, jasa, dan perizinan di Kabupaten PPU dengan perkara bernomor 33/Pid.Sus-TPK/2022/PN Smr dengan terdakwa AGM selaku Bupati PPU bersama Nur Afifah Balgis selaku Bendahara Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Balikpapan, dan perkara bernomor 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN Smr dengan terdakwa Muliadi selaku Plt Sekda PPU, Jusman.
Persidangan yang dipimpin Jemmy Tanjung Utama sebagai Ketua Majelis, serta Hariyanto dan Fauzi Ibrahim sebagai Hakim Anggota lebih dulu mencecar pertanyaan kepada dua petinggi partai Demokrat.
Dalam fakta persidangan, Abdullah Ketua DPC Demokrat Paser mengatakan sempat memberikan dukungan suaranya kepada AGM sebelum pelaksanaan Musda Demokrat Kaltim di penghujung 2021 kemarin dan menerima uang tunai senilai Rp 20 juta.
"Saya ada terima uang Rp 20 juta dalam sebuah amplop putuh dan berisi pecahan Rp 100 ribu yang diberikan Nur Afifah Balgis untuk dipergunakan membeli tiket pesawat dan menyewa kamar hotel di Jakarta," tutur Abdullah dalam persidangan.
Uang Rp 20 juta yang didapat Abdullah itu lantaran dia memberikan suara dukungan terhadap AGM dalam perebutan kursi pimpinan Musda Demokrat Kaltim 2021 kemarin.
"Rp 20 juta itu saya terima pada September 2021," imbuhnya.
Sebelum mendapat uang tersebut, beberapa waktu sebelumnya Abdullah bercerita kalau awalnya AGM adalah calon tunggal dalam helatan Musda Demokrat.
Para ketua DPC Demokrat di Kaltim pun lantas berembuk dan menelurkan hasil 8 ketua parpol berlambang mercy dari Kabupaten PPU, Kutai Timur, Mahakam Ulu, Kutai Barat, Bontang, Samarinda dan Balikpapan akan memberikan suaranya kepada AGM sebagai calon tunggal.
"Kami sepakat untuk merekomendasikan AGM sebagai salah satu kandidat. Setelah itu rekomendasi dukungan siap diserahkan ke DPP (Demokrat) di Jakarta," tambahnya.
Setelah sepakat, 8 ketua DPC Demokrat itu lantas membuat sebuah grup Whatsapp bernama AGM For Kaltim untuk melakukan koordinasi lanjutan. Kemudian, para pendukung itu sempat dua kali melakukan pertemuan di Samarinda.
Membahas kelanjutan penyerahan berkas dukungan yang telah ditandatangani para Ketua DPC dan diakta notariskan ke DPP Demokrat di Jakarta.
"Setelah itu kami disuruh ke Jakarta untuk menyerahkan itu dan diberi ongkos (Rp 20 juta) untuk akomodasi," jelas Abdullah.
Setelah menyerahkan berkas dukungan suara ke DPP Demokrat, helatan Musda rupanya baru terlaksana pada 17 Desember 2021 berlokasi di Hotel Aston Samarinda.
"Sebelum itu (Musda Demokrat Kaltim) muncul 1 calon alternatif lagi. Karena ada calon baru saudara Irwan, saya merubah dukungan dan itu tidak melanggar persyaratan musda yang butuh 20 persen dukungan suara," tambah Abdullah.
Uang Rp 20 juta yang diterima Abdullah pun sempat ingin dikembalikannya kepada terdakwa Nur Afifah Balgis melalui sopir pribadinya. Namun sang sopir kala itu kesulitan menemukan Nur Afifah Balgis lantaran tak mengenali wajahnya, hingga akhirnya uang pun dikembalikan lagi ke Abdullah.
"Uangnya masih di saya, dan saya siap mengembalikan," akunya.
Berbeda dengan Abdullah, Paul Vius Ketua DPC Demokrat Kubar yang juga sempat mendukung AGM tak pernah mendapat uang Rp 20 juta dari Nur Afifah Balgis. Bahkan dalam persidangan, Paul Vius mengaku tak mengenal Nur Afifah Balgis sebelum adanya peristiwa hukum operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Kendati sempat mendukung AGM namun suara Paul Vius akhirnya juga berubah seperti Abdullah. Dia memberikan dukungannya kepada Irwan yang kini resmi menjabat Ketua DPD Demokrat Kaltim.
"Saya tidak menerima uang itu, karena itu diberikan saat pertemuan di Hotel Mercure (sebelum pelaksanaan musda) dan saya tidak hadir," ucap Paul Vius dalam persidangan.
Ditanya lebih jauh mengenai pengelolaan keuangan partai politik sebab bertalian dengan Nur Afifah Balgis yang memberi Rp 20 juta ke Abdullah, Paul Vius membeberkan bahwa sejatinya hal itu telah tertuang dalam PP nomor 36 tahun 2018 dan terbaru nomor 72 tahun 2020 tentang tara cara pengelolaan uang partai politik.
"Soal iuran partai itu ada dua poin. Pertama dari sumbangan kader, kedua bantuan dari pemerintah terhadap parpol. Kalau poin kedua itu tidak bisa kita belanjakan sesuakanya. Karena peruntukannya jelas dan bendahara tidak menggunakan uang karena harus diplenokan. Cuman yang belum dipahami, belum ada aturan tentang ketika membantu peruntukan kepada perseorangan. Keuangan itu bisa dicairkan bendahara dan ketua," bebernya.
Menganggapi keterangan dua saksi Ketua DPC Demokrat itu, terdakwa AGM dan Nur Afifah Balgis pun merasa keberatan atas kesaksian Abdullah dan Paul Vius.
"Untuk kedua saksi demokrat perlu diketahui, kalau para ketua (DPC Demokrat) di Paser dan Kubar tidak membaca semuanya. Di situ juga saksi sudah memberikan dukungan yang sebenarnya saya tahu akan dikerjain, makanya (dukungan suara) di akta notariskan. Sebenarnya dalam AD/ART itu tidak ada," jawab AGM dalam siaran daring persidangan.
"Saya keberatan yang mulia atas kesaksian dari ketua dpc," timpal AGM lagi.
Keberatan yang diutarakan AGM pun senada dengan Nur Afifah Balgis. Kata perempuan muda yang menjabat sebagai Bendahara DPC Demokrat Balikpapan itu, dirinya keberatan atas kesaksian Abdullah yang menyebut menerima uang Rp 20 juta darinya.
"Saya keberatan yang mulai. Saya tidak pernah memberikan uang Rp 20 juta ke Abdullah," sebut Nur Afifah Balgis dalam siaran daring persidangan.
Menanggapi keberatan kedua terdakwa, Paul Vius dan Abdullah pun bersikukuh pada keterangannya dalam persidangan.
"Yang saya pahami dengan beliau (AGM) berbeda yang mulia. Saya tetap berpendirian pada kesaksian saya sesuai aturan partai yang saya pahami," balas Paul Vius.
Demikian juga dengan Abdullah yang juga berpegang teguh pada kesaksiannya, kalau dia sempat menerima uang senilai Rp 20 juta untuk akomodasi dan diberikan terdakwa Nur Afifah Balgis.
"Kalau begitu sidang hari ini kita tutup dan dilanjutkan kembali pada pekan depan tanggal 29 Juni (2022)," tutup Ketua Majelis Hakim.
(redaksi)