VONIS.ID - Sidang lanjutan uji materil atau judicial review UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (7/10/2021) siang tadi kembali ditunda majelis hakim.
Pada agenda tersebut, majelis hakim yang dipimpin ketua MK Anwar Usman menuturkan penundaan sidang disebabkan ketidakhadirannya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pihak Kepresidenan RI Joko Widodo.
"Sidang lanjutan perkara nomor 37 tahun 2021 beragendakan mendengar keterangan DPR dan presiden untuk catatan kehadiran pemerintah mewakili presiden dan pemohon hadir. Sementara DPR berhalangan hadir ada surat pemberitahuan, kuasa presiden ada surat meminta penundaan sidang," ucap Anwar di ruang persidangan.
Dengan demikian, lanjut Anwar, sidang Judicial eiview UU Minerba dengan demikian ditunda.
"Karena DPR dan pemerintah tidak hadir sehingga meminta penundaan sidang," katanya lagi.
Untuk itu sidang dilanjutkan, masih kata Anwar akan kembali dilanjutkan pada Senin tanggal 8 November mendatang. Sidang tersebut akan kembali melanjutkan agenda pemanggilan DPR dan Presiden dalam memberikan penjelasan terkait UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
"Jadi begitu sekali lagi sidang ditunda tanggal 8 November 2021 jam 11.00 Wib dengan agenda yang sama. Demikian sidang selesai dan ditutup," pungkas Anwar sambil mengetuk palu.
Sementara itu, merespon penundaan sidang Judicial Riview UU Minerba, Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menegaskan jika pengesahan atau rancangan baru UU Minerba ini melihatkan pengesahan yang terburu-buru.
"Jika memang regulasi itu menjadi sesuatu yang dibutuhkan atau diperlukan publik, maka tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk dipaparkan alasan kenapa harus direvisinya UU Minerba," tegas Rupang.
Lanjut Rupang, sejatinya Jatam Kaltim telah mengajukan Judicial Riview UU Minerba di MK sejak 21 Juli kemarin, namun hingga saat ini belum mendapatkan tanggapan jelas.
Hal ini lah yang menjadi dasar Rupang menyebut pembaharuan UU Minerba terkesan prematur. Terlebih pada 9 pasal yang menjadi sorotan utama Jatam dalam UU Minerba.
"Jadi ada 9 pasal yang perlu diuji menurut kami dan ini menjadi gagapnya pemerintah terhadap UU yang mereka sah kan. Dan ini jadi terlihat prematur. Pertama kita ajukan itu 21 Juli tahun ini. Kedepannya kami akan tetap kawal karena ini sudah masuk di MK dan kami mengajak publik bersama sama mengawal. Dan jika ada akademisi mendukung pandangnanya dalam bentuk naskah akademis maka itu akan sangat membantu," kuncinya.
Diberitakan sebelumnya Kuasa Hukum pemohon pengujian materi Undang-Undang (UU) RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terhadap UUD 1945, Lasma Natalia, mengatakan pemohon III mengalami tindakan represi oleh aparat kepolisian.
Penolakan oleh pemohon III dan masyarakat tersebut terjadi di Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi. Pada awal Januari 2020, pemohon III yakni Nurul Aini bersama warga lainnya membangun tenda perjuangan tolak tambang di salah satu titik Dusun Pancer, Banyuwangi, Jawa Timur.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka memprotes meluasnya kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. Merdeka Copper Gold Tbk. (MCG) di areal Gunung Salakan.
Lasma Natalia mengatakan penolakan oleh pemohon III yang juga seorang petani bersama warga setempat karena kegiatan pertambangan berdekatan dengan tempat tinggal dan ruang hidup warga. Selain itu, limbah yang dihasilkan dari aktivitas tambang dibuang ke Pulau Merah yang mengakibatkan kerusakan lingkungan cukup parah.
Atas tindakan penolakan itu, pada pertengahan Juni 2020 pemohon III beserta sejumlah warga, mendapat surat panggilan dari Polres Banyuwangi untuk didengar keterangannya sebagai saksi terlapor dalam perkara dugaan tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan.
Hal itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 UU Minerba Surat Panggilan Polisi Nomor: S.PGL/329/IV/2020 Satreskrim. Sidang uji materi UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba diajukan oleh sejumlah pemohon dengan melibatkan 22 kuasa hukum. Uji materi undang-undang tersebut diajukan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur hingga orang perseorangan. (tim redaksi)