"Luhut penerima manfaat yang lebih kecil, poinnya adalah terindikasi tidak jujur, meski [sahamnya di PT GSI] hanya 10 persen," tutur Asfinawati.
Asfin sapaanya menyebut sejumlah pejabat pemilik manfaat itu, meski memiliki persentase saham yang kecil, tak menutup kemungkinan hal tersebut bisa berpengaruh pada bisnis PCR di Indonesia selama ini.
Menurutnya, keterlibatan Luhut bisa dibuktikan dengan kepemilikan saham 10 persen tersebut.
Sehingga dengan bukti tersebut, baik Luhut dan menteri lainnya yang terlibat bisa disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
"Baik Perpres beneficial ownership dan UU tentang pemerintahan yang bersih dari KKN semangatnya membuktikan dan larangan. Jadi nepotisme itu tidak harus membuktikan ada korupsi," pungkas Asfinawati. (*)