VONIS.ID - Pernyataan Edy Mulyadi beberapa waktu lalu yang menyebut Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai tempat 'jin buang anak' menuai beragam reaksi.
Tak hanya dari kalangan masyarakat, bahkan akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah juga turut menyampaikan tanggapannya.
Kata pria yang karib di sapa Castro itu, sejatinya pernyataan Edy Mulyadi tersebut bisa juga dinamai dengan pengalihan isu terkait pro dan kontra pembangunan IKN di Bumi Mulawarman.
"Terlepas dari framing atau bukan, yang pasti video viral itu telah mengalihkan isu dan perdebatan akademis mengenai IKN. Situasi ini jelas menguntungkan kelompok oligarki, karena lapak bisnis IKN mereka jalan terus," tegas Castro saat dikonfirmasi Kamis (27/1/2022).
Sebab menurut Castro, sejatinya di Kalimantan Timur ada lebih banyak konflik yang seharusnya menjadi fokus pembelaan masyarakat ketimbang terus-menerus merespon pernyataan Edy Mulyadi.
"Respon banyak pihak terkait video (Edy Mulyadi) itu bisa dimaklumi, tapi sulit saya pahami jika dibandingkan dengan reaksi terhadap perampasan tanah adat yang dilakukan oleh korporasi selama ini," tegas Dosen Fakultas Hukum Unmul Samarinda itu.
Perampasan tanah adat oleh korporasi dinilai Castro seharusnya bisa mendapat fokus lebih ketimbang pernyataan kontroversi Edy Mulyadi.
"Begitu banyak tanah adat yang dirampas, tapi respon publik minim. Mulai dari konflik lahan di Long Isun, Bentian, Long Bentuq dan lainnya. Bagi saya, perampasan tanah adat ini adalah bentuk penghinaan terbesar terhadap masyarakat Kaltim. Itu yang mestinya kita lawan dengan solidaritas," harapnya.
Kendati demikian, Castro pasalnya juga memaklumi reaksi kemarahan masyarakat Kaltim. Lantaran dalam video kontroversi Edy Mulyadi itu sebagai pertanda basis argumentasi yang begitu lemah, sehingga cenderung liar dengan memasukkan uraian yang tidak perlu seperti jin buang anak, kuntilanak, genderowo dan lain sebagainya.
"Padahal jika ingin dikuliti secara serius, argumentasi mengenai penolakan IKN ini kan cukup memadai. Hal ini yang kita sayangkan. Walhasil, perdebatan akademis mengenai IKN ini justru berbelok ke sentimen identitas primordial," tambahnya.
Menunggangi isu identitas primordial seperti yang diutarakan Edy Mulyadi tentu sangat disayangkan. Lantaran hal itu tak hanya mengganggu isu pro dan kontra pembangunan IKN Nusantara, tapi juga menutup ruang kajian serta perdebatan para akademisi.
"Perdebatan akademis soal IKN berantakan gara-gara video viral itu. Sekarang justru bergeser ke sentimen identitas primordial. Kelompok oligarki itu pasti tertawa terbahak-bahak, lapak bisnis IKN aman. Mereka yang berpesta pora, rakyat yang dibiarkan berkonflik. Keterlaluan," pungkasnya.
(redaksi)