VONIS.ID - Puluhan biksu dari sejumlah negara berjalan kaki dari Thailand ke Candi Borobudur, Jawa Tengah untuk menghadiri puncak perayaan Hari Raya Waisak, 4 Juni 2023 mendatang.
Terdapat 32 biksu yang ikut aksi jalan kaki tersebut, dan hingga saat ini para biksu masih terus melanjutkan perjalanannya.
Banyak yang bertanya-tanya, apa yang membuat para biksu tersebut kuat berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh itu.
Dilansir dari Kompas.com, Ketua Yayasan Pancaran Tridharma Kota Bekasi Ronny Hermawan mengatakan aksi tersebut merupakan ritual Thudong.
Thudong merupakan perjalanan religi yang ditempuh dengan cara berjalan kaki sejauh ribuan kilometer.
Sebanyak 32 biksu yang berjalan kaki dari Thailand ke Indonesia hanya makan secukupnya dari pemberian warga dan tidur di rumah-rumah ibadah.
Diketahui, sebanyak 32 biksu yang jalan kaki menuju Candi Borobudur berasal dari berbagai negara, seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia.
Ketua Thudong Internasional Welly Widadi mengatakan, 32 biksu tersebut sanggup berjalan kaki lintas negara karena mereka sudah melakukan persiapan secara fisik.
Persiapan yang ia maksud adalah melakukan meditasi dan mengendalikan diri, seperti rasa lapar, rasa makanan, dan amarah.
"Karena mereka sudah terbiasa meditasi. Persiapan mereka seperti itu," ujar Welly, Rabu (17/4/2023).
Welly juga mengatakan, 32 biksu tersebut begitu gigih berjalan kaki dari Thailand ke Indonesia karena mereka juga sudah siap secara mental.
Hal itu diperlukan karena 32 biksu harus berjalan kaki melewati medan, cuaca, dan kondisi lingkungan yang bisa berubah sewaktu-waktu.
Mereka berangkat sejak dua bulan lalu dan selama perjalanan menghadapi tantangan berupa gelombang panas yang melanda Thailand.
Sebanyak 32 biksu juga merasakan perubahan cuaca dari panas ke hujan ketika mereka tiba di Malaysia dan Indonesia.
"Rintangan seperti alam. Kita tahu bahwa di tahun ini terjadi pemanasan global di mana daerah Thailand itu (suhu) mencapai angka 41 derajat (Celsius)," papar Welly.
Sementara itu, Richard Pekasa selaku pengurus Vihara Dewi Welas Asih, Cirebon menyampaikan, 32 biksu yang jalan kaki dari Thailand menuju Indonesia merupakan biksu hutan.
Meski begitu, mereka tidak benar-benar tinggal di tengah hutan melainkan di pinggir hutan yang masih dapat terhubung dengan kota atau desa.
"Supaya masih bisa pindapata atau mengambil makanan atau minuman yang didermakan umat atau masyarakat dari (tempat tinggal) hutan kemudian ke hutan lagi," jelasnya.
Richard menambahkan, seseorang yang telah menjadi biksu benar-benar mengurangi segala sesuatu yang sifatnya "kedagingan".
Dalam kehidupan sehari-hari, biksu benar-benar menjaga aturan makanan.
Mereka tidak memakan makanan yang mengandung gula, minyak, madu, bahkan susu.
Tak hanya itu, mereka juga mengambil barang yang didermakan berdasarkan kebutuhan mereka.
Biksu hanya mengambil barang kebutuhan yang dianggap perlu, seperti odol dan pasta gigi.
Mereka juga hanya memiliki 2 jubah yang setiap hari dicuci secara bergiliran setelah beraktivitas.
Menariknya, mereka cuma menyimpan satu mangkok untuk makanan dan hidup dari satu vihara ke vihara yang lain.
"Jadi kalo transit di suatu tempat begitu, nyampe langsung cepet cuci (jubah), dikeringkan malam itu juga untuk digunakan pagi-pagi besoknya," papar Richard.
"Hidupnya bisa di mana saja. Misalnya ke suatu vihara ada guru mereka belajar ilmu tertentu, ya tinggal bawa peralatan (seperlunya)," pungkasnya.
(redaksi)