"Secara resmi kami tidak mendaftar, karena pun kalau kami ingin mendaftar ingin menjadi apa. Tapi aspirasi kami secara aturan itu jelas. Jadi tidak perlu laporan karena juga secara aturan pemerintah sudah menyediakan jalur aspirasi untuk masyarakat," tekan Eko.
Selain Eko, Imron Ketua Komisi Mobilisasi dan Penggalangan Masa Aliansi Kotak Kosong juga turut menimpali. Yakni dia mempertanyakan muatan tendensius yang disebut Bawaslu Samarinda.
"Kalau berbicara isi muatan itu memang benar, karena Kotak Kosong ini pasti adil, dia pasti tidak korupsi. Paham maksud saya?
Justru kami bikin begini, agar masyarakat bisa menilai ada yang tidak etis. Sehingga kami memuat itu. Karena di Samarinda ini kita mengejar demokrasi," terang Imron.
Demokrasi yang dimaksud Imron dan kawan-kawan Aliansi Kotak Kosong ialah helatan Pilkada 2024 yang seharusnya menghadirkan lebih dari satu pasangan calon kandidat kepala daerah.
"Karena seumur saya, baru tahun ini pilkada cuman satu calon. Saya sudah 60 tahun. Kalau kita ambil contoh, dulu zaman bupati Syaukani di Kukar, dia tidak ada lawan. Kemudian dia ambil dan pasang orang sehingga terjadilah demokrasi. Seharusnya KPU atau Bawaslu bersyukur sama kita karena kita sosialisasikan cara memilih," beber Imron.
Sementara jika berbicara kerugian, Imron mengaku kalau hal tersebut ditaksir mencapai Rp 3 juta.
"Kalau berbicara kerugian berapa biaya itu, kita ini patungan bahkan sampai ada yang kelahi sama bini ada yang bekelahi sama laki. Itu kita kumpulan 1 orang Rp 200 ribu selama 1 bulan. Yang sempat kita bikin 100 spanduk dengan dana terkumpul 3 jutaan," urainya.