VONIS.ID - Isu polemik pemangkasan insentif guru di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) terus memanas. Puncaknya, yakni aksi unjuk rasa ribuan guru di Balai Kota Samarinda pada Senin (3/10/2022).
Namun demikian, rupanya polemik isu tersebut masih belum mereda hingga Kamis (6/10/2022) dan kembali dibedah dalam dialog pendidikan yang menghadirkan Wali Kota Andi Harun, Suwardi Sagama (Akademisi Uinsi Samarinda), Sri Puji Astuti (Ketua Komisi IV DPRD Samarinda dan Qamarallah (perwakilan guru Samarinda).
Dalam dialog bertema 'Telaah Ulang Kebijakan Pemangkasan Insentif Guru Kota Samarinda' yang digagas himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Samarinda itu, Wali Kota Andi Harun langsung membuka percakapan bahwa pemerintah tidak pernah melakukan pemangkasan terkait isu yang senter beredar.
"Pemerintah tidak pernah melakukan pemangkasan. Ada opini muncul pemangkasan insentif. Saya tegaskan tidak pernah ada kebijakan pemangkasan. Dari dulu nilainya itu Rp 700 ribu," sebut Andi Harun.
Andi Harun menerangkan, dalam surat edaran (SE) 420/9128/100.01 yang dikeluarkan pemkot pada 16 September 2022 lalu hanya melarang pemberian insentif kepada guru ASN yang sudah menerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) dengan besaran nilai satu kali gaji.
Larangan itu menindaklanjuti Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 4/2022 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru ASN di provinsi, kabupaten/kota, yang sudah diundangkan sejak Januari lalu.
"Pada Pasal 10 Ayat 2 Permendikbudristek 4/2022 itu menyebutkan tambahan penghasilan diberikan kepada guru yang belum menerima TPG," jelasnya.
"Sedangkan yang ada kami apakah kita mampu menaikan tunjangan insentif dari 700 ke sekian? Kalau kapasistas fiskal kita mampu kita akan usaha naikan," timpalnya.
Tak hanya itu, mengenai TPP yang diberikan kepada pegawai ASN di lingkungan Pemkot Samarinda namun tidak kepada guru ASN, mantan Wakil Ketua DPRD Kaltim itu menyebutkan pemberian insentif kepada guru ASN untuk saat ini kian menambah beban fiskal.
Berdasarkan perhitungan pemkot, dibutuhkan Rp 24 miliar setiap bulan untuk dialokasikan pemberian insentif. Angka itu disebutkan Andi Harun memberatkan keuangan daerah.
"Sedangkan PAD Samarinda hanya Rp 604 miliar. Kalau kita lakukan, maka 100 meter jalan pun tidak akan bisa kita perbaiki," tegasnya.
Sementara itu, menanggapi dasar acuan wali kota atas Permendikbudristek Nomor 4/2022, Suwardi Sagama selaku praktisi hukum menilai sejatinya masih ada upaya lain yang masih bisa diupayakan pemerintah daerah melalui adanya Keputusan Mendagri.
"Tahun 2020 itu masih membuka ruang penambahan penghasilan bagi pegawai ASN. Artinya, di dalam situ tidak menyebutkan secara detail (penambahan penghasilan) untuk ASN struktural saja. Artinya yang fungsional seperti guru juga boleh," papar Suwardi.
Keputusan Menteri Dalam Negeri yang disebut Suwardi itu bernomor 900-4700 tahun 2020, yang mana di dalamnya mengatur pemerintah daerah menetapkan pemberian tambahan penghasilan pada ASN.
Persetujuan tertulis menteri sebagaiman yang dimaksud pada Diktum Kedua ditindaklanjuti dengan mengidentifikasi kriteria tambahan penghasilan kedua pegawai ASN alias TPP ASN pada setiap jabatan yang terdiri dari.
Satu beban kerja, prestasi kerja, kondisi kerja, tempat bertugas, kelangkaan profesi dan pertimbangan objektif lainnya.
"Dari aturan tersebut, artinya tinggal menunggu kreativitas yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah. Karena dengan APBD yang dimiliki, dengan konstruksi yang dimiliki, seharusnya pemerintah bisa memberikan (tambahan penghasilan)," tambahnya.
Diungkapkannya lebih jauh mengenai potensi bisa dilakukannya tambahan penghasilan bagi para tenaga didik, Suwardi menilai kalau kedua aturan menggunakan dua sumber pendanaan berbeda yang sangat mungkin untuk dilakukan.
"Artinya, apakah bisa? Menurut hemat saya masih bisa. Sepanjang masih tadi APBD-nya (nilai anggaran daerah itu sendiri)," tegasnya.
Menanggapi pernytaaan tersebut, Wali Kota Andi Harun lantas mengandaikan jika hal itu benar dan bisa dilakukan, maka problem selanjutnya yang harus dihadapi pemerintah daerah adalah kemampuan dari kantong kas itu sendiri atau nilai APBD yang dimiliki.
"Anggap saja itu bisa. Tapi sumber keuangan kita enggak cukup. Kita enggak usah perdebatkan aturan boleh atau tidak. Tapi jika dilakukan kita membutuhkan angka 24 miliar lebih untuk setiap bulannya," timpal Andi Harun.
Untuk meningkatkan kesejahteraan para tenaga didik, dengan tegas ia bahwa menyatakan keinginannya akan hal tersebut.
"Kalau ditanya mau apa tidak. Tentu saya mau banget. Siapa sih yang enggak senang untuk meningkatkan kesejahteraan gurunya, kalau cukup anggarannya," tambahnya.
Meski menyatakan keinginannya, namun Andi Harun dengan lantang menyebut kalau kondisi saat ini bukanlah sebuah hal yang bisa diandai-andaikan.
"Daripada saya beri harapan tapi tidak bisa terimplementasi dan blundernya juga ke pemerintah kota. Jadi saya coba berusaha menggunakan pola komunikasi yang apa adanya kepada masyarakat," kuncinya.
Meski demikian, diakhir sesi Andi Harun menegaskan kalau dalam waktu dekat Pemkot Samarinda akan mengutus perwakilannya melalui Asisten I bersama lima perwakilan guru yang akan bertolak ke Dirjen Kemendikbud untuk membahas lebih lanjut aturan yang termaktub dalam Permendikbudristek Nomor 4/2022.
Hal ini juga sebagai bukti nyata bahwa Pemkot Samarinda telah melancarkan niatannya untuk meningkatkan kesejahteraan guru di Samarinda dan bukannya melakukan pemotongan insentif sebagaimana isu yang beredar.
(redaksi)