Minggu, 19 Mei 2024

Ismail Bolong dan Tambang Ilegal

Bincang Media soal Ismail Bolong, Publik Nilai Tak Mungkin Ismail Berani kalau Tak Ada Back-up

Senin, 12 Desember 2022 22:10

ZOOM MEETING - Bincang media yang dilakukan secara zoom meeting pada Senin (12/12/2022)/ Foto: VONIS.ID

VONIS.ID -  Pandangan akan Ismail Bolong yang dinilai tak mungkin berani melakukan penambangan ilegal jika tak ada back-up ikut terbahas dalam bincang media yang digelar Senin (12/12/2022) 

Sebagai informasi, bincang media terkait Ismail Bolong digelar melalui Zoom Meeting pada Senin (12/12/2022). 

Dalam bincang media itu, menghadirkan beberapa narasumber dengan mengambil pembahasan 'Ismail Bolong Sudah Ditahan, Selanjutnya Apa?"

Beberapa narasumber yang hadir, di antaranya Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau kerap disapa Castro, Koordinator Kelompok Kerja 30, Buyung Marajo, serta Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari

Beberapa media online juga ambil bagian hadir, diantaranya Diksi.co, Intuisi.co, Presisi.co, Pojoknegeri.com, Adakah.id serta Vonis.id. 

Zoom meeting dipandu oleh Anjas Pratama, salah satu wartawan di Kaltim. 

Topik Ismail Bolong dipilih karena dalam perkembangan terbaru, isu dugaan setoran tambang kepada petinggi Polri itu menjadi perhatian. 

Terbaru, Ismail Bolong pun sudah ditetapkan menjadi tersangka bersama dengan 2 orang lainnya. 

Kasus Ismail Bolong ini kini ditangani pihak Bareskrim Polri

FLYER - Flyer bincang media/ Foto: Dok IST

 

Di awal, Castro menyoroti soal dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam kasus Ismail Bolong. Ia juga menyampaikan bahwa terkesan ada upaya untuk menyembunyikan kejahatan akan tambang ilegal ini. 

"Seolah-olah ada semacam upaya untuk menyembunyikan kejahatan angota-anggotanya di dalam bisnis haram tambang ilegal ini. Kan ini yang disayangkan oleh publik," ucapnya. 

Castro juga ungkap terkait kekhawatiran publik dalam penanganan kasus Ismail Bolong itu. 

Pasalnya saat ini, penanganan kasus terkesan hanya tertuju pada Ismail Bolong, bukan pada siapa yang berkaitan dengan Ismail Bolong, seperti pihak pemesan batu bara ilegal, serta dugaan adanya keterlibatan polisi dalam kasus ini. 

"Itu yang disayangkan publik. Bahwa ada semacam upaya melokalisir kejahatan itu hanya berhenti di Ismail Bolong. Padahal, kalau kita buka, berbagai petunjuk itu kan mengarah pada keterlibatan anggota kepolisian yang lain, terutama nama yang disebut," ujarnya. 

"Kalau ingin membersihkan nama-nama (disebut dalam dokumen Divpropam) sederhananya begini, panggil periksa. Tetapi, dalam konteks ini, akan lebih bagus kalau dilakukan aparat penegak hukum yang lain (seperti Kejaksaan ataupun KPK). Kita kan tak mau berhenti hanya di Ismail Bolong saja. Kejahatan dilakukan bersama-sama, tak mungkin kejahatan dilakukan Ismail Bolong seorang," ucapnya. 

"Kalau masyarakat ambil logic thinking, tak mungkin Ismail Bolong berani, kalau tidak ada back-up," lanjut Castro lagi. 

Untuk itu, ia tetap merasa perlu adanya penanganan yang dilakukan oleh pihak lain, di luar oleh kepolisian. 

"Kalau perkara illegal mining, gak apa-apa, dijalankan saja (oleh pihak Bareskrim). Itu soal tambang ilegal. Tetapi untuk dugaan suap tambang ilegalnya tak bisa hanya ditangani Bareskrim, karena ada unsur kepentingan di sana," ucapnya. 

Unsur kepentingan itu ada, dikarenakan dalam surat beredar dari Divpropam, juga menuliskan adanya pejabat-pejabat Polri yang diduga bermain tambang ilegal 

Sementara itu, Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 mengibaratkan hal lain dalam kasus tambang ilegal pada Ismail Bolong

"Pelaku tambang ilegal ini kan tidak berdiri sendiri. Artinya tambang ilegal, ada permintaan, ada yang supply. Kalau tak ada permintaan, tak ada penggalian. Artinya, siapa yang menampung, itu juga harusnya kena," ucapnya. 

Buyung juga mengamini ujaran Castro yang menyebut bahwa dugaan suap tambang ilegal ini haruslah ditangani unsur lain diluar kepolisian. Karena kalau dilakukan oleh kepolisian, sama saja seperti jeruk makan jeruk. 

"Ya seperti tadi, jeruk makan jeruk," ucapnya. 

Sementara itu, Mareta Sari, Koordinator Jatam Kaltim, juga ungkap bagaimana proses hukum yang terkesan lamban jika menyangkut tambang ilegal. 

"Sejak 2018, Jatam sudah melaporkan beberapa titik dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur, tetapi hanya ada dua yang ditangani serius. Sementara titik lainnya di kabupaten/kota lainnya terkesan tak serius," ucapnya. 

Mareta Sari kemudian menyoroti pula terkait dengan dugaan bisnis tambang ilegal ini yang masih belum terang benderang. 

"Konteks ilegal ini harus digali dulu perkaranya," ujarnya. 

"Bagaimana sih barang yang ilegal, "dicuci" menjadi barang legal yang tadi disebut dan bisa dipasarkan. Siapa yang mencuci ini," ujarnya. 

Host Anjas Pratama kemudian ikut menanyakan apakah Jatam melihat ada sistem yang berjalan dalam tambang ilegal tersebut. 

"Empat tahun itu bukan waktu yang pendek untuk kemudian menciptakan sistem yang rapi dan dianggap menguntungkan beberapa pihak," ucapnya. 

"Ada mekanisme yang sudah dibentuk dan sangat rapi dijahitnya," ucapnya. 

(redaksi)

 

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Berita terkait
Beritakriminal