VONIS.ID - Puluhan Warga Negara Indonesia (WNI) disekap dan disiksa di Myawaddy, Myanmar.
Sebanyak 20 WNI telah alami berbagai penyiksaan sejak mereka di kapal, hingga saat bekerja.
Rosa, saudara salah satu korban penyekapan bernama Novi, mengatakan kerabatnya sebenarnya mulai merasakan hal-hal mencurigakan sejak tiba di Bangkok, Thailand, tempat ia dijanjikan bekerja.
Rosa mengatakan Novi dan rombongannya dijemput menggunakan van berkaca gelap dan diawasi oleh sejumlah orang.
"Ketika sampai di Bangkok, Novi ini kan masih berhubungan sama om saya, namanya Om Panca. Mereka berkomunikasi, tapi pendek-pendek pesannya. Terus enggak bisa ngobrol gitu soalnya katanya ada pengawasnya. Enggak boleh dulu menghubungi keluarga," kata Rosa, dilansir dari CNN.
Rosa berujar, Novi dan tiga orang rombongannya dibawa ke Mae Sot, kota di dekat perbatasan Thailand dan Myanmar.
Di sana, mereka bermalam satu hari lalu dibawa menyeberang sungai keesokan harinya.
"Di sini tuh udah sangat-sangat mencurigakan karena ya mereka enggak tahu ya pada saat itu bahwa sungai itu tuh sebetulnya sudah jadi perbatasan antara Thailand dan Myanmar," tutur Rosa.
"Jadi mereka dibawa melintasi perbatasan dengan cara seperti diselundupkan gitu. Tanggal 25 Oktober. Menyeberangnya ini udah dijaga oleh sipil bersenjata."
Rosa menyebut Novi tak bisa mengidentifikasi orang-orang bersenjata tersebut lantaran tak mengenakan seragam resmi.
Namun, dia menduga mereka adalah orang Myanmar karena Novi kini berada di negara itu.
Setelah menyeberang selama sekitar 30 menit, mereka lalu dijemput mobil dan diangkut ke sebuah kompleks berisi lima gedung, termasuk bangunan perusahaan tempat Novi bekerja.
Lokasinya di Bai Sheng Compound, First Gate, Myawaddy, Myanmar.
"Saat sampai di perusahaan ini lah mereka disodorkan kontrak. Kontrak kerjanya ini tuh bahasa China," ujar Rosa.
"Mereka mencoba tuh menolak untuk tanda tangan [karena tak paham isinya]. Dari pihak perusahaannya bilang kalau menolak tanda tangan maka mereka harus mengganti [seluruh biaya akomodasi]."
Jumlah ganti rugi itu tak main-main.
Mereka diminta membayar ganti rugi sekitar US$20.000 atau setara Rp 292 juta.
Mau tak mau, mereka akhirnya bekerja.
Saat bekerja, mereka kembali dikejutkan karena diminta menjerat orang untuk berinvestasi bodong.
Mereka terpaksa melakukan penipuan atau scamming untuk bertahan hidup di Myanmar.
Selama itu pula, hampir semua ponsel disita dan mereka disiksa jika tak mencapai target.
"Pertamanya hukumannya yang paling ringan exercise [olahraga]. Exercise itu disuruh lari keliling lapangan 20-30 kali, kemudian squat jump 500 kali, push up 500 kali, sit up 500 kali. Makanya sampai ada yang pingsan-pingsan, kejang," beber Rosa.
"Setelah itu meningkat lagi hukumannya. Jadi kalau misalnya enggak mencapai target atau berbuat kesalahan itu ditambah lagi tuh, bisa disetrum, ada yang dicambuk, dipukul."
Rosa berujar karena Novi dan para WNI lainnya enggan menipu lagi dan menerima siksaan, akhirnya mereka memberontak dengan melakukan mogok kerja.
Aksi itu membuat perusahaan naik pitam.
Mereka diancam diperjualbelikan ke perusahaan lain dan disekap.
"Mulailah penyekapan itu sejak mereka mogok kerja ini. Penyekapan yang bener-bener disekap karena kalau sebelumnya istilahnya disandera enggak bisa keluar aja dari lingkungan itu. Tapi ya kalau di dalam lingkungan masih bisa ke mana-mana. Kalau sekarang itu udah betul-betul disekap."
Pihak keluarga korban saat ini melapor ke Bareskrim Polri untuk menjerat para pelaku perekrutan.
Laporan itu diterima dan teregister dengan nomor LP/B/82/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 2 Mei 2023.
Dalam laporannya itu, P dan A diduga melakukan TPPO sebagaimana dalam Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007.
Dilansir dari CNN, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI juga mendesak otoritas Myanmar untuk mengambil langkah efektif guna menyelamatkan para WNI.
"KBRI Yangon dan KBRI Bangkok antara lain mendesak otoritas Myanmar mengambil langkah efektif untuk menyelamatkan para WNI," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha, Rabu (3/5).
Juddha mengatakan Kemlu RI juga sudah melayangkan nota diplomatik ke Kemlu Myanmar terkait penyekapan para WNI tersebut.
Menurut Judha, tantangan untuk menyelamatkan para WNI itu tinggi karena mayoritas dari mereka berada di Myawaddy, lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan kelompok pemberontak.
KBRI Yangon pun berupaya "memetakan jejaring yang ada di Myawaddy melalui kerja sama dengan berbagai lembaga pemerhati kasus online scam."
(redaksi)