Tidak ada pengakuan khusus yang harus diberikan kepada agama sebagai faktor yang harus diperhitungkan dalam konteks publik.
Budaya masyarakat Swedia menganggap ruang publik harus menjadi arena sekuler non-agama di mana semua orang diperlakukan sama dan diharapkan menerima aturan sosial yang sama tanpa memandang jenis kelamin, etnis, latar belakang budaya atau agama.
Pihak berwenang Swedia juga mengatakan demonstrasi yang dilakukan Paludan sah-sah saja di bawah Undang-Undang Kebebasan Berpendapat Swedia, demikian dikutip CNBC.
Kementerian Luar Negeri Swedia mengakui aksi Paludan menyulut amarah publik terutama umat Muslim dunia.
Sockholm juga mengakui pembakaran Al Quran itu sikap yang tidak patut meski menilai aksi itu tetap bagian dari kebebasan berekspresi.
"Pemerintah memahami mereka yang tersinggung dengan tindakan seperti pembakaran kitab suci. Memang tidak semua yang legal itu pantas," demikian menurut pernyataan Kemlu Swedia, dikutip Anadolu Agency, melalui CNN Indonesia.
Aksi Paludan berlangsung memprotes tuntutan Turki yang meminta agar Swedia merepatriasi aktivis Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
Permintaan ini diajukan sebagai syarat Stockholm mendapat restu dari Ankara demi bisa menjadi anggota Aliansi Pertahanan Negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO).
Sama seperti Swedia, Denmark juga menilai aksi Paludan ini bagian dari kebebasan berekspresi.
Copenhagen bahkan percaya diri bahwa hubungan Turki dan Denmark tetap berjalan baik terlepas dari kejadian ini.
Beberapa negara Eropa sudah buka suara terkait tanggapan Swedia dan Denmark terhadap aksi Paludan.
Sejumlah negara seperti Finlandia dan Hungaria menyayangkan Stockholm dan Copenhagen yang membiarkan Paludan bebas melakukan aksi provokatifnya itu.