Proses persidangan sengketa informasi data tambang ini merupakan perjalanan panjang warga dalam melawan aktivitas pertambangan yang merusak wilayahnya.
Proses persidangan ini menjadi bukti bahwa warga di lingkar tambang semakin dijauhkan dari akses informasi pertambangan. Proses persidangan permohonan informasi publik ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus permohonan judicial review UU Minerba yang dilakukan oleh warga.
Saat ini, proses persidangan judicial review UU Minerba telah memasuki tahap kesimpulan. Sudah lebih dari sebulan sejak kesimpulan diserahkan pada 3 Juni 2002 lalu, pemohon masih menunggu panggilan hakim Mahkamah Konstitusi untuk masuk ke persidangan putusan.
Dalam judicial review UU Minerba, salah satu pasal yang digugat oleh WALHI, JATAM Kaltim, dan dua orang warga yakni Nur Aini dan Yaman yakni perihal kewenangan yang ditarik ke pusat karena akan menjauhkan partisipasi masyarakat di lingkar tambang. Selain itu, keberadaan UU Minerba juga berpotensi mengkriminalisasi masyarakat yang menyuarakan kerusakan lingkungan akibat pertambangan di daerahnya karena keberadaan Pasal 162.
“Akses bagi masyarakat terdampak tambang dan partisipasi publik harus dibuka seluas-luasnya, sehingga pasal-pasal UU Minerba yang menutup akses masyarakat harus dicabut. Kasus ini juga menunjukkan pertambangan berdampak terhadap kerusakan lingkungan dan kerugian bagi masyarakat, sehingga negara seharusnya mencabut UU Minerba yang tidak memberikan perlindungan kepada lingkungan dan warga. Apabila hakim Mahkamah Konstitusi berpihak pada keadilan dan masih mengakui konstitusi warganya, sudah seharusnya permohonan Judicial Review UU Minerba juga dikabulkan oleh hakim MK,” kata Lasma Natalia dari tim advokasi UU Minerba.
(redaksi)