Keadaan diperparah dengan munculnya alternatif produk nabati yang menghasilkan minyak.
Hal itu berdampak pada rendahnya harga CPO di dunia, yang berimbas pada daya beli pengusahan kepada TBS milik petani sawit.
“Masyarakat dunia ini punya opsi lain. Minyak nabati lain harganya juga turun, jadi yang dihasilkan kelapa sawit, tidak menjadi satu-satunya primadona lagi,” pungkasnya.
Saat ini, yang bisa dilakukan pihaknya, menjaga harga TBS dalam ambang batas normal dalam proses penetapan harga yang dilakukannya tiap 2 kali dalam sebulan.
Walaupun pemberlakuan harga sesuai degan yang ditetapkan tim di Pemprov Kaltim hanya berlaku di kalangan petani yang menjalin kemitraan.
Dengan demikian pihaknya mendorong agar petani menjalin kemitraan dengan para pengusaha atau pabrik.
“Harga yang kami tetapkan hanya berlaku di kalangan petani yang sudah menjadi mitra. Nah kami dorong yang lain supaya kemitraan bisa terjalin juga,” jelasnya. (ADV Kominfo Kaltim)