VONIS.ID - Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai ada tiga hal yang mesti dicermati penegak hukum Indonesia, khususnya KPK, dalam pemenuhan dokumen ekstradisi untuk Paulus Tannos.
Diketahui, buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, saat ini masih ditahan di Singapura usai ditangkap atas permintaan otoritas Indonesia.
"Ada tiga hal yang akan dilakukan oleh Paulus Tannos terkait dengan upaya untuk menolak diekstradisi ke Indonesia. Pertama, terkait dengan kasus korupsinya, yaitu perkara e-KtP. Tentu dia akan membantah keterlibatannya menerima aliran uang di kasus e-KTP," kata Yudi saat dihubungi, Senin (27/1/2025).
Menurut Yudi, di persoalan ini KPK harus mampu menghadirkan bukti yang kuat kepada pengadilan Singapura terkait peran Paulus Tannos di kasus korupsi e-KTP.
Sejumlah tersangka yang telah menerima putusan pengadilan juga bisa dijadikan rujukan untuk menjelaskan keterlibatan Paulus Tannos dalam kasus tersebut.
"Tentu pihak Indonesia, dalam hal ini KPK, harus menyiapkan bukti-bukti lain misalnya saat ini banyak tersangka yang sudah menerima keputusan inkrah, itu juga bisa dijadikan argumentasi," katanya.
Persoalan kedua berkaitan dengan masalah kewarganegaraan dari Paulus Tannos.
Usai ditangkap otoritas Singapura pada 17 Januari silam, Tannos mengaku memiliki paspor diplomatik negara Guinea Bissau.
Yudi mengatakan para otoritas terkait di Indonesia harus mampu menunjukkan bukti bahwa status warga negara Indonesia (WNI) dari Paulus Tannos belum dicabut.
Bukti itu akan memperkuat argument bahwa Tannos masih berstatus warga Indonesia dan harus diadili berdasarkan hukum positif di Indonesia.
"Kedua, terkait kewarganegaraan di mana dia merasa sudah bukan WNI lagi. Tentu ini harus diperkuat argumentasinya semua yang terkait dengan kewarganegaraan harus terlibat memberikan bukti bahwa yang bersangkutan melakukan korupsi dengan status masih WNI. Bahwa belum pernah ada pencabutan dirinya sebagai WNi. Bukti dokumen harus ada," ujar Yudi.
Hal terakhir yang juga harus menjadi perhatian KPK ialah jaminan keselamatan bagi Paulus Tannos.
Yudi meyakini Tannos akan menggunakan dalih keselamatan diri dalam pembelaannya untuk menolak dipulangkan ke Indonesia.
Dia mendorong KPK hingga kepolisian Indonesia untuk bisa meyakinkan pengadilan Singapura bahwa keselamatan Paulus Tannos terjamin saat dipulangkan ke Tanah Air.
"Tentu yang menjadi argumentasi bagi para tersangka yang kemudian dia ke luar negeri adalah keselamatan. Tentu ini harus dijamin oleh seluruh penegak hukum di Indonesia baik kepolisian, kejaksaan, KPK atau lainnya untuk menjamin keselamatan dirinya sehingga hakim yakin Paulus Tannos siap dibawa ke Indonesia dalam rangka mempertanggungjawabkan perbuatannya," tutur Yudi.
Paulus Tannos adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.
Ia telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP sejak 2019.
Dalam pengejaran KPK, Paulus ternyata sempat berganti nama menjadi Tjhin Thian Po dan berganti kewarganegaraan untuk mengelabui penyidik.
KPK pun memutuskan memasukkan nama Paulus Tannos ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021.
Paulus Tannos ditangkap di Singapura oleh otoritas setempat pada 17 Januari 2025.
Penangkapan itu berdasarkan permintaan dari pihak Indonesia.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang melengkapi dokumen ekstradisi untuk memulangkan Paulus Tannos ke Tanah Air. (*/Detik)