VONIS.ID - Lagi, jajaran Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskim Polres Berau mengungkap kasus penambangan batu bara ilegal pada Senin (20/2/2023) kemarin.
Pada kasus ini, dijelaskan Kapolres Berau AKBP Sindhu Brahmarya bahwa pelaku terdiri dari satu orang bernama AW (40) yang diduga berperan sebagai pemodal.
Sedangkan lahan yang hendak dikeruknya berada di areal yang sama pada kasus sebelumnya, yakni di Jalan Raja Alam II, Kelurahan Sei Bedungun, Kecamatan Tanjung Redeb.
“Benar, kami kembali berhasil mengamankan satu pelaku atas kasus Illegal Mining di wilayah Kabupaten Berau,” ujarnya, Kamis (23/2/2023).
Sementara itu, dari tangan pelaku polisi turut menyita barang bukti berupa satu unit ekskavator jenis PC 200 yang diduga hendak digunakan pelaku untuk melakukan aktivitas penambangan ilegal.
“Benar pelaku kini sudah kami amankan beserta barang buktinya,” tambahnya.
Sementara itu saat ditanya lebih jauh mengenai kasus serupa yang diungkap sebelumnya, Sindhu menegaskan bahwa antar pelaku penambang ilegal tidak saling berkaitan.
Meski lokasi penambangan masih berada di dalam satu kawasan.
“Hanya dekatan saja lokasinya, tidak ada hubungannya,” tegasnya.
Sementara itu, kasus penambangan ilegal ini juga terungkap berkat adanya laporan dari warga.
Bahwa, warga berinisial ET yang memiliki lahan kembali melapor kalau di atas lahannya kembali terlihat ada pergerakan alat berat.
Dan diduga hendak melakukan penambangan batu bara ilegal.
“Pelapornya masih sama dengan yang kemarin. Karena lokasinya pun masih sama,” terangnya.
Selain itu, Sindhu juga memaparkan kalau pelaku yang terakhir ditangkap jajarannya ini belum melakukan aktivitas pertambangan.
“Hanya ada beberapa yang sudah digali, namun itu masih baru,” tandasnya.
Atas perbuatan itu, AW disangkakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Penambangan Mineral dan Batu Bara.
Dimana ditegaskan, setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) diancam dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
(redaksi)