Menurut Zainuddin, dari dua perusahaan tambang yang ia sebutkan memiliki banyak catatan hitam.
Pertama soal kerusakan dan pencemaran lingkungan.
"Belum lagi aspek lain, seperti anak mati dilubang tambang dan ini menjadi alasan kuat kita menolak dua perusahaan tersebut," tambahnya.
Penolakan massa aksi itu pasalnya juga telah diutarakan kepada pihak pemerintah melalui perwakilan, yakni DLH Kaltim.
"Kami juga meminta dokumen evaluasinya (dari DLH Kaltim). Dokumen (evaluasi) sudah tadi aman dan akan kita kaji kembali. Kedepan kalau tuntutan kita tidak terpenuhi maka kita akan kembali melakukan aksi yang lebih besar," tekannya.
Sementara itu, Fauzan Roda perwakilan PT KPC sejatinya menolak tudingan massa aksi yang menyebut jika selama ini industri ekstraktif tidak memberikan dampak konstribusi infrastruktur.
"KPC berdiri mulai dari tahun 81 (1981) untuk proses eksplorasinya. Di tahun itu adakah Kutim. Dari runtutan itu kita bisa dilihat sebesar apa konstribusinya. Kita bisa lihat bersama. Karena pemekaran wilayah (Kutim) karena adanya infrastruktur, adanya serapan PAD dan bisa dibuktikan sendiri," jelas Fauzan.