"Katanya untuk (transfer) dana bantuan sekolah. Karena saya baru dan berbaik sangka sama beliau, jadi saya berikan rekening saya.
Saya belum tau, aslinya ini mau dipinjam ini untuk apa," jawab Adriani.
"Setelah beberapa hari kemudian, beliau (terdakwa) telepon saya.
Memberitahukan kalau uang sudah ditransfer dan meminta saya untuk mencairkan uang itu cash," jabwab Adriani
"Berapa yang dia minta ?" tanya Ketua Majelis Hakim.
"Hanya Rp80 juta pak. Sisanya (Rp900 ribu) dibilang ambil saja buat saya," Jawab Adriani.
"Berarti Rp 900 ribu itu untuk bapak. Lalu bapak tau nggak kalau uang Rp 900 ribu itu dari mana asalnya?" tanya Ketua Majelis Hakim.
"Saya tidak tau pak. Baru tau saat saya dimintai keterangan polisi," jawab Adriani.
Ketua Majelis Hakim kemudian mencecar pertanyaan pada keenam saksi lainnya.
Pertanyaan masih seputar dana TPG, Tukin, dan PPNPN yang diterima para saksi. Selain itu saksi juga ditanya terkait rekening yang digunakan saksi Alim Bahri untuk menampung pencairan dana belanja pegawai TPG, Tukin, dan Honor PPNPN.
Sebagaimana yang disebutkan JPU dalam dakwaannya, kedua terdakwa tidak menguasai administrasi keuangan yang keseluruhannya menggunakan sistem aplikasi.
Sehingga mempercayakan pengajuan dan revisi anggaran keuangan di MTsN Semuntai kepada terpidana Alim Bahri.
Saksi Alim Bahri dianggap memahami administrasi keuangan berbasis aplikasi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L).
Di sinilah Alim Bahri Bersama terdakwa Arifin dengan nomor perkara 40/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr dan Terdakwa Idris nomor perkara 41/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr menyimpangkan uang negara hingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3.447.946.530,00. (tim redaksi)