Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti persoalan terbatasnya daya tampung rumah sakit di Kota Tepian. Meskipun secara jumlah...
VONIS.ID, SAMARINDA - Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti persoalan terbatasnya daya tampung rumah sakit di Kota Tepian.
Meskipun secara jumlah rumah sakit dinilai cukup, kenyataannya fasilitas kesehatan di Samarinda kerap kewalahan melayani pasien.
Puji mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama rumah sakit sering penuh adalah tingginya jumlah pasien dari luar kota seperti Kutai Kartanegara (Kukar) dan Bontang yang memilih berobat di Samarinda.
“Jika melihat jumlah rumah sakit yang ada, baik swasta maupun negeri, seharusnya mencukupi kebutuhan masyarakat Samarinda. Namun kenyataannya, banyak pasien dari Kukar dan Bontang datang berobat ke sini, sehingga rumah sakit kita kelebihan beban,” jelas Puji.
Masalah daya tampung ini dinilai semakin krusial menjelang penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) oleh BPJS Kesehatan yang mulai berlaku pada Juni 2025.
Dalam sistem ini, hanya rumah sakit yang memenuhi standar fasilitas dan pelayanan tertentu yang diperbolehkan melayani pasien BPJS.
“Kalau hanya 60 persen rumah sakit yang memenuhi standar KRIS, maka 40 persennya tidak bisa lagi menerima pasien BPJS. Ini jadi tantangan tersendiri,” ungkapnya.
Politikus Partai Demokrat ini juga mendorong Dinas Kesehatan Kota Samarinda untuk memperkuat pengawasan terhadap manajemen rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta.
Ia menekankan pentingnya penilaian terhadap kesiapan SDM tenaga medis, khususnya dokter spesialis, serta kelengkapan alat kesehatan.
Pernyataannya sekaligus menanggapi keluhan masyarakat atas dugaan malapraktik yang mencuat di salah satu rumah sakit swasta di Samarinda.
“Kasus itu harus jadi pelajaran. Kita ingin memastikan layanan rumah sakit benar-benar sesuai harapan dan standar,” tegasnya.
Sri Puji juga berharap ada solusi jangka panjang agar rumah sakit di Samarinda tetap bisa fokus memenuhi kebutuhan warga lokal, meskipun tetap terbuka melayani pasien dari luar daerah.
“Jangan sampai masyarakat Samarinda sendiri kesulitan mendapat layanan kesehatan karena overload. Ini yang harus diantisipasi bersama,” pungkasnya. (adv)