Sabtu, 23 November 2024

Tiga Lokasi Digeledah Kejagung, Kasus Pengadaan Tower PLN Naik ke Penyidikan

Selasa, 26 Juli 2022 22:27

JAKSA AGUNG - Jaksa Agung ST Burhanuddin/ Foto: Antara Foto

VONIS.ID - Kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) pada 2016 saat ini tengah diusut Kejagung

Kasus ini pun sudah naik ke penyidikan

“Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, tim penyidik dari Jampidsus resmi menaikkan status penanganan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) ke proses penyidikan,” kata Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (25/7/2022).

Dalam prosesnya, Kejagung juga telah menggeledah 3 lokasi dalam kasus ini.

"Bahwa penyidik telah melakukan penggeledahan, kita udah tahap penggeledahan nih, penyitaan, sudah ada titik 3 lokasi," kata ST Burhanuddin dalam keterangan persnya. 

Penggeledahan itu dilakukan di kantor hingga apartemen pribadi. Namun Buhanddin belum menjelaskan lebih detail pemilik apartemen itu.

"Yaitu di PT Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milih SH," jelasnya.

Pada penggeledahan itu, kata Burhanuddin, jaksa penyidik menemukan sejumlah alat bukti. Bukti-bukti tersebut berupa dokumen dan bukti elektronik.

"Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh alat bukti berupa dokumen dan barang bukti elektronik," katanya.

Duduk perkara kasus

Duduk perkara kasus dugaan korupsi di PT PLN ini terjadi pada periode 2016. Dijelaskan, PLN melakukan pengadaan tower transmisi sebanyak 9.085 titik.

“Dengan anggaran pekerjaan menacpai Rp 2,251 triliun,” kata Burhanuddin.

Dalam pelaksanaannya, dikatakan, PLN menggandeng Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo).

Dalam hal tersebut, dikatakan Burhanuddin, Direktur Operasional PT Bukaka adalah sebagai Ketua Aspatindo. Aspatindo, dikatakan turut membawa 13 perusahaan penyedia pengadaan tower.

Namun, dalam praktik kerja sama tersebut, dikatakan terjadi praktik korupsi. “Yaitu, berupa penyalahgunaan kewenangan dan kesempatan, atau sarana yang ada, yang berujung pada adanya kerugian negara,” kata Burhanuddin.

Sejumlah dugaan korupsi tersebut dikatakan Burhanuddin berawal dari dokumen perencanaan pengadaan tower transmisi yang tidak pernah dibuat. Dalam pengadaannya, pun dikatakan PLN menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT), perusahaan tahun 2015.

Padahal, kegiatan pengadaan baru dilakukan pada 2016.

Dalam prosesnya, pun dikatakan Burhanuddin, PLN sebagai pihak penyelenggara negara, dan pemilik kegiatan pengadaan, kerap memberikan fasilitas-fasilitas atas permintaan dari pihak Aspatindo.

“Atas hal tersebut memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Karena Aspatindo, diketuai pihak PT Bukaka,” ujar dia.

Dikatakan juga, PT Bukaka bersama 13 perusahaan penyedia tower transmisi di Aspatindo melakukan kontrak kerja sepanjang Oktober 2016-2017, dengan realisasi pengadaan sebesar 30 persen. Namun, pada periode November 2017, sampai dengan Mei 2018, dikatakan PT Bukaka bersama 13 perusahaan penyedia tower melanjutkan pekerjaan, tanpa ada kontrak kerja dan dasar hukum pengerjaan.

“Kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan adendum pekerjaan yang berisi perpanjangan waktu kontrak kerja selama satu tahun,” kata Burhanuddin.

Dalam adendum tersebut, PT PLN dan penyedia tower transmisi melakukan penambahan volume tower dari semula 9.805 menjadi 10 ribu tower. Dengan perpanjangan pengerjaan sampai pada Maret 2019. Dari perpanjangan pengerjaan tersebut, dikatakan Burhanuddin, juga ditemukan adanya alokasi tambahan 3.000 set tower yang tak ada dalam kontrak kerja. “Sehingga diduga terjadi adanya kerugian negara,” kata Burhanuddin.

Setelah mengumumkan resmi kasus tersebut naik ke penyidikan, tim di Jampidsus, pada Senin (25/7/2022) juga mulai memeriksa saksi-saksi. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, tiga para pejabat di PLN diperiksa terkait hal tersebut.

“Yang diperiksa terkait tindak pidana korupsi di PLN adalah MD, C, dan NI,” kata Ketut, dalam siaran pers, Senin (25/7/2022).

MD mengacu pada nama Muhammad Dahlan. Ia diperiksa selaku General Manager Pusmankom PT PLN 2017-2022. C adalah Christyono yang diperiksa selaku Kepala Divisi (Kadiv) SCM PT PLN 2016 dan NI adalah Najahul Imtihan yang diperiksa selaku Kadiv SCM PT PLN 2021. “MD, C, dan NI diperiksa sebagai saksi,” kata Ketut.

(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal