VONIS.ID - Kasus korupsi kembali diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK menetapkan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara dan anggota Tim Pemeriksa BPK Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai tersangka suap.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut mereka diduga menerima suap senilai Rp 2,8 miliar terkait pengurusan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sulsel.
Adapun kasus ini merupakan pengembangan dari perkara suap dan gratifikasi mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah yang saat ini dipenjara.
Para tersangka itu adalah Andi Sonny mantan Kasubauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel yang saat ini menjadi Kepala BPK Sulawesi Tenggara.
Kemudian, dua pemeriksa BPK Sulsel, yakni Yohanes Binur Haryanto Manik dan Gilang Gumilar, serta mantan anggota pemeriksa Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin.
Sementara, pemberi suap adalah Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat.
“Uang yang diduga diterima secara bertahap oleh Yohanes, Wahid dan Gilang dengan keseluruhan sejumlah sekitar Rp 2,8 Miliar dan Andi turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta,” kata Alex dalam konferensi pers di KPK, Kamis (18/8/2022).
Alex mengatakan, kasus tersebut bermula ketika BPK Sulsel melakukan pemeriksaan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020.
Salah satu lembaga yang diperiksa adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel.
Alex mengatakan Yohanes diduga aktif menjalin komunikasi dengan Andi, Wahid, dan Gilang sebelum proses pemeriksaan berjalan.
Ketiga orang tersebut diketahui pernah menjadi Tim Pemeriksa LKPD Sulsel tahun 2019 dan memanipulasi sejumlah temuan pemeriksaan.
“Laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019 diduga juga dikondisikan oleh Andi, Wahid, dan Gilang dengan meminta sejumlah uang,” kata Alex.
Ketika pemeriksaan berlangsung, Yohanes kemudian menemukan dugaan mark up atau penggelembungan anggaran dalam beberapa proyek pekerjaan. Tidak hanya itu, hasil pekerjaan proyek juga diduga tidak sesuai kontrak.
Menanggapi temuan ini, Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat diduga meminta agar temuan pemeriksaan itu direkayasa.
Sebagai informasi, Edy sudah divonis bersalah dalam kasus suap bersama Nurdin Abdullah. Ia dihukum 4 penjara.
“Nilai temuan menjadi kecil hingga menyatakan hasil temuan menjadi tidak ada,” ujar Alex.
Selama proses pemeriksaan berlangsung, Edy kemudian menghubungi sosok yang dinilai berpengalaman mengondisikan temuan pemeriksaan berikut penyerahan suapnya, yakni Gilang.
Setelah itu, Gilang menyampaikan keinginan Edy terkait manipulasi temuan itu kepada Yohanes. Ia akhirnya menyanggupi keinginan Edy.
“Dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah ‘dana partisipasi’,” ujar Alex.
Menindaklanjuti permintaan dana partisipasi tersebut, Edy kemudian meminta saran kepada Wahid dan Gilang.
Kedua orang tersebut menyarankan Edy meminta uang yang nantinya diberikan kepada Yohanes dari para kontraktor yang memenangkan proyek di anggaran 2020.
Edy diduga meminta dana partisipasi 1 persen dari nilai proyek.
“Dari nilai proyek dan dari keseluruhan dana partisipasi yang terkumpul nantinya Edy akan mendapatkan 10 persen,” ujar Alex.
Dalam suap tersebut, Yohanes, Wahid, dan Gilang diduga menerima Rp 2,8 miliar. S juga mendapatkan jatah sebesar Rp 100 juta.
“Digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan,” kata Alex.
Keempat tersangka itu kemudian ditahan selama 20 hari ke depan.
(redaksi)