Minggu, 24 November 2024

Lekat dengan Kultur Patriarki, Universitas Mulawarman Diharapkan Bisa Membuka Ruang Kepemimpinan Perempuan

Senin, 14 Februari 2022 18:35

ILUSTRASI - Ilustrasi pemimpin perempuan/ Foto: Unsplash

VONIS.ID -  Perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tentu memiliki peran yang sangat strategis.

Baik untuk mencerdasakan kehidupan bangsa maupun kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan humaniora. 

Oleh sebab itu, peran penting perempuan khususnya di dunia pendidikan tentu sangat dibutuhkan.

Akan tetapi hal tersebut rupanya belumlah teralisasi dengan baik hingga saat ini. Seperti di lingkungan pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda. 

Berbekal dari permasalahan tersebut, sejumlah akademisi Unmul Samarinda yakni Haris Retno Susmiyati Warjhatun Najidah, Herdiansyah Hamzah, Orin Gusta Andini, Grizelda dan Agustinawati melakukan riset dengan tajuk "Kiprah Perempuan Akademisi Universitas Mulawarman".

Hasilnya, komposisi perempuan yang menjabat sebagai pimpinan di lingkungan Universitas Mulawarman hanya sebanyak 79 orang dengan presentase 32,3% dari keseluruhan pejabat sebanyak 244 orang. 

Dengan hasil tersebut, seharusnya Universitas Mulawarman sebagai perguruan tinggi terbesar di Kalimantan Timur, memiliki peran strategis untuk memberi ruang agar kultur patriarki yang lekat dengan kehidupan masyarakat bisa dilunturkan.

Dengan akreditasi akademi yang mendapat nilai A, rupanya kultur patriarki di Universitas Mulawarman Samarinda masih begitu lekat. Menurut para peneliti, jumlah dosen tetap masih didominasi laki-laki sebanyak 660 orang dan perempuan sebanyak 512 orang. 

"Dan di level pimpinan Universitas dari 5 pimpinan (Rektor dan Wakil Rektor) tidak ada perempuan yang duduk sebagai pimpinan Universitas. Survey Kiprah Perempuan Akademisi Universitas Mulawarman dilakukan meliputi responden dari 13 Fakultas. Hasil awal survey menunjukkan 94,7% menilai kiprah perempuan dalam dunia akademik pendidikan tinggi, namun ternyata masih ada yang melihat kiprah perempuan tidak penting (0,6%)," papar Herdiansyah Hamzah dalam rilis tertulisnya.

Padahal kiprah perempuan akademisi baik di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, memiliki responden presentase yang begitu tinggi, yakni 70-80% menilai kiprah perempuan sangat baik dan baik.

"Kemajuan Perempuan tidak dapat dilepaskan dari bagaimana bangunan sistem perguruan tinggi dalam memberikan support bagi kemajuan perempuan," imbuh Herdiansyah Hamzah yang juga karib disapa Castro. 

Selain itu, dalam hasil kajian juga didapati sebanyak 56% system perguruan tinggi sangat support pada kemajuan perempuan. Namun 36,4% yang merasa support yang diberikan pada perempuan ini masih biasa saja, dan 7,6% masih kurang support atas kemajuan perempuan

"Sehingga 84,1% responden menilai dibutuhkan kebijakan affirmatif action yang mendorong kemajuan kiprah perempuan. Situasi aman bagi perempuan untuk berkiprah di perguruan tinggi memerlukan ruang aman, salah satunya terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi 36,4 % menilai belum ada penanganan serius atas kasus kekerasan seksual, selain 44,7% menganggap penanganan yang sudah dilakukan belum secara maksimal," bebernya. 

Kemudian, sebanyak 72,7% responden menganggap perlu muncul kepemimpian perempuan di Universitas Mulawarman. Kepemimpinan perempuan pun dianggap akan lebih detil dan telaten 49,2% perempuan cerdas, strategis 20,5%, Lebih enak dan berkomunikasi, 15,%, sabar dan keibuan 10,6% serta tegas dan mengayomi.

Keberadaan kepemimpinan perempuan bagi mayoritas responden sebanyak 57,6% tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sedangkan responden yang lain memberikan catatan beberapa terhadap kepemimpian perempuan perlu mengatasi penilaian jika pemimpin dianggap kurang tegas, bertele-tele, kurang menguasai lapangan, dan kurang bisa memandang jauh kedepan.

Langkah-langkah kebijakan affirmatif action bagi partisipasi akademisi perempuan perlu dilakukan menurut responden karena secara faktual kepemimpinan perempuan di Universitas Mulawarman masih minim, yang dipengaruhi sebab terbiasa dipimpin laki-laki 40,2% selain akademisi perempuan tidak ada yang mencalonkan diri untuk memimpin universitas.

"Perguruan Tinggi sebagai institusi Pendidikan harus membangun system yang memberikan ruang kemajuan bagi perempuan," katanya. 

(redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Beritakriminal