Terakhir adalah solidaritas terhadap akademisi yang direpresi oleh negara, termasuk di kasus kudeta rezim militer Myanmar.
Teror ke akademisi dan masyarakat sipil juga disebut terus menerus terjadi tanpa ada upaya maju perlindungannya di level negara maupun institusi perguruan tinggi.
"Hal ini meningkat dalam setahun terakhir. Apa yang terjadi kasus-kasus kebebasan akademik sepanjang tahun 2021, sebenarnya hanya mengulang peristiwa-peristiwa serangan yang terus menerus terjadi sejak 2015," ujarnya.
Berangkat dari hal itu, KIKA kembali mengingatkan Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik, khususnya prinsip 2, 3, dan, 4 terkait kebebasan penuh mengembangkan tri dharma perguruan tinggi dengan kaidah keilmuan, mendiskusikan mata kuliah dan pertimbangkan kompetensi keilmuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan larangan terhadap pendisiplinan bagi insan akademisi yang berintegritas.
"Outlook kebebasan akademik pada tahun 2022, semakin menguatnya otoritas kampus yang berkelindan dengan kepentingan oligark akan memperberat agenda perlindungan dan pemajuan kebebasan akademik. Termasuk, berbagai upaya subversif negara dengan tetap melanggengkan berbagai produk undang-undang “karet”, seperti UU ITE," jelasnya.
"Seharusnya, ruang demokrasi masyarakat sipil dan kebebasan akademik semaki melembaga, dengan mengutamakan kepada otonomi perguruan tinggi, termasuk melindungi segenap insan akademik dari upaya represi, pendisiplinan, dan pembatasan," lanjutnya.
(redaksi)