“Sekarang ini kan mereka sudah pakai tenda permanen, terus di samping mereka itu ada sate taichan lagi. Dan yang memperparah pada awal Agustus tadi, mereka (Iga Bakar Sunaryo) memasang tandon besar di depannya. Jadi bermula dari itu lagi,” ulas Nurhasanah memulai awal duduk perkara viralnya Iga Bakar Sunaryo.
Perkembangan Iga Bakar Sunaryo yang semakin pesat kala itu kembali menyorot perhatian perangkat kecamatan setempat.
“Kemudian saya minta sama kasi (kepala seksi) saya bersama lurah untuk mengecek langsung ke sana (Iga Bakar Sunaryo). Waktu itu Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga ikut. Dan (hasil pantauan) di bawah tandon itu jorok banget karena juga ada pembuangan-pembuangan limbahnya langsung ke parit di depannya,” kata Nurhasanah.
Selain kebersihan, tandon berkapasitas 1.200 liter itu tentunya juga dinilai semakin memperburuk pemandangan ruang tata kota, apalagi lokasi niaga Iga Bakar Sunaryo yang berada di persimpangan jalan protokol.
Sebagai perangkat daerah di tingkat kecamatan, Nurhasanah tentu berkewajiban memberi surat teguran kepada pemiliki warung Iga Bakar Sunaryo yang selama dua tahun beroperasi kerap mengabaikan larangan dan peraturan yang berlaku.
“Begitulah semua kronologisnya. Tapi sekarangkan surat (teguran) kelurahan dan kecamatan di print besar-besar, kemudian dipermasalahkan soal stempel terbaliknya. Kalau itu kan menurut saya manusiawi saja. Itu bukan masalah utamanya. Seharusnya yang jadi masalah itu tempa usahamu di mana, buangan limbah mu ke mana, apalagi sekarang informasinya juga ada permasalahan perpajakannya,” katanya.
(redaksi)