Kemudian, Edo Saputra Tarigan dengan nominal restitusi Rp189.176.336, Yanen Sembiring dengan nominal restitusi Rp144.359.371, Almarhum Dodi Santoso diwakili Supriani selaku ibu kandung dengan nominal restitusi Rp251.360.000, Setiawan Waruhu dengan nominal restitusi Rp194.084.025.
Selanjutnya, Suherman dengan nominal restitusi Rp355.694.395, Satria Sembiring Depari dengan nominal restitusi Rp299.742.099, Ridwan dengan nominal restitusi Rp227.174.254 dan Edi Kurniawanta Sitepu dengan nominal restitusi Rp200.550.898.
Terdakwa yang akrab disapa Cana didakwa JPU dengan dakwaan primair pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (2) jo pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan kedua pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (1) jo pasal 10 UU RI No 21/2007 Tentang Pemberantasan TPPO.
Atau pertama, pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (2) jo pasal 11 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan kedua: Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, atau ketiga: Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Terdakwa Cana juga didakwa keempat pasal 2 ayat (2) jo Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Atau kelima, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Atau keenam, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Mengutip dakwaan JPU, kasus yang menjerat Terbit bermula pada tahun 2010, kala itu Terbit menjabat sebagai Ketua Ormas Pemuda Pancasila, Kabupaten Langkat.
Dia lalu mendirikan tempat rehabilitasi narkoba di rumahnya di Jalan Binjai Telagah, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
Awalnya satu unit bangunan berbentuk sel atau kereng disiapkannya.
Pada tahun 2017 Terbit kembali membangun 2 sel lagi yang masing-masing berukuran 5 x 6 meter dengan dilengkapi teralis besi menyerupai kerangkeng.
Dalam proses rehabilitasi Terbit memberikan berbagai istilah yakni Kalapas (Kepala Lapas), yaitu orang yang bertanggung jawab menjalankan pembinaan terhadap warga yang menjalani pembinaan (anak kereng).
"(Lalu) membina kemampuan anak kereng untuk dapat menjadi bekal hidup, memperhatikan kesehatan anak kereng, menjaga pola makan anak kereng, mengatur jadwal kerja warga binaan di pabrik kelapa sawit PT Dewa Rencana Perangin Angin (PT DRP)," tulis dakwaan.
Para Kalapas dari tahun 2014 sampai dengan bulan Januari 2022 dijabat terdakwa lain yakni, Terang Ukur Sembiring, Junalista Surbakti dan Suparman (Berkas terpisah).
Selain istilah Kalapas, ada juga istilah anak kandang yaitu anggota ormas Pemuda Pancasila yang sering berkumpul di sekitar rumah terdakwa, tugasnya untuk mengawal dan menjaga kediaman Terbit.
"(lalu juga) disuruh oleh Kalapas untuk menjemput warga yang akan menjalani pembinaan, mencari warga yang menjalani pembinaan yang melarikan diri," tulis dakwaan.